Friday, November 30, 2012

Pemekaran Provinsi Murni Aspirasi Rakyat

TUNTUTAN pemekaran Provinsi Kalteng bukan sekedar komoditas politik menjelang Pemilu Kada Kalteng. Pasalnya, wacana pemekaran sudah ada sejak lama bahkan sebelum Pemilu Kada tahun 2010. Hal itu diungkapkan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Chaidir kepada sejumlah wartawan, Rabu (21/11). "Tuntutan pemekaran itu bukan sekedar komoditas politik sesaat tapi reaksi-reaksi dari masyarakat yang harus diperhatikan."

Ia melanjutkan momentum pengesahan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) kembali menghidupkan asa warga di belahan selatan Kalteng untuk membentu Provinsi Kotawaringin. Bahkan pengajuan proposal pembentukan Provinsi Kotawaringin sudah dimulai jauh sebelum Kaltara. Tokoh masyarakat dan elemen pemuda membentuk Badan Pekerja Pembentukan Provinsi Kotawaringin (BP3K) di lima kabupaten yakni Kotawaringin Timur (Kotim), Kotawaringin Barat (Kobar), Seruyan, Lamandau dan Sukamara. Pangeran Muajidinsyah terpilih sebagai Ketua BP3K Kalteng.

Menurut Chaidir, Provinsi Kotawaringin sudah sampai pada kajian akademis. Potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) sudah lebih dari cukup. Paling tidak, apabila dibandingkan dengan Provinsi Kaltara yang baru saja terbentuk. BP3K akan diaktifkan kembali mulai bulan depan dan segera melanjutkan misi pembentukan Provinsi Kotawaringin. Berkaca dari Kaltara, pembentukan sebuah provinsi harus didukung secara politis. Kaltara bisa dibentuk karena mendapat dukungan dari semua bupati di dalamnya dan Gubernur Kaltim. "Kami sudah pada tahap studi kelayakan pada waktu itu, tapi berhenti karena tidak memperoleh tanggapan dari Gubernur Kalteng."

Monday, November 26, 2012

Banyak Oknum Wartawan Gadungan Meresahkan Warga

KEBERADAAN oknum yang mengaku berprofesi wartawan dan aktivis organisasi kemasyarakatan (ormas) mulai banyak yang masuk ke desa-desa di kawasan pesisir. Salah satunya, Desa Sabuai Timur Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Bermacam-macam yang mereka tawarkan mulai dari spanduk, kalender dan aksesoris seperti topi dengan lambang organisasi mereka. Hal itu diungkapkan Kepala Desa Sabuai Timur Ahmadi kepada wartawan di desanya, Minggu (25/11). "Mereka menawarkan macam-macam barang, dia juga mengaku wartawan dan tergabung di organisasi pers di Pangkalan Bun."
 
Ia melanjutkan mereka menetapkan harga yang tinggi untuk barang-barang yang ditawarkan antara lain sebuah spanduk dengan harga Rp250 ribu dan dua buah kalender dengan harga masing-masing Rp125 ribu. "Kalau spanduk itu masih lumayanlah, tapi yang kalender itu satu buah Rp125 ribu. Itu memberatkan juga bagi kami."


Wartawan Gadungan--Salah satu tabloid yang wartawannya menawarkan kalender seharga Rp125 ribu per buah. Tabloid semacam ini cukup meresahkan karena tak jarang mencatut nama Kapolri dan jajaran petinggi Polri.

Ditemui terpisah, Sekjen Aliansi Jurnalis Kotawaringin Barat (AJK) P Setiya Sinaga, apabila ada masyarakat yang dirugikan karena ulah oknum wartawan gadungan silahkan dilaporkan ke pihak berwenang. Diakui dia, memang belakang ini kerap muncul orang yang mengaku-aku wartawan tetapi media tidak jelas. "Kalau oknum itu mengancam jangan ditanggapi dan tidak usah takut, karena itu hanya gertakan saja supaya mengeluarkan uang. Dia juga tidak punya media, mau ditulis dimana?"
 
Kepala Kesbangpolinmas Kotawaringin Barat (Kobar) Mudelan mengungkapkan masyarakat diminta melaporkan apabila menemui aktivitas dari ormas yang meresahkan. "Kalau ada LSM nakal, laporkan ke saya maka ijinya bisa dicabut. Akan tetapi, jika belum punya ijin laporkan saja ke polisi supaya ditindak. Kalau itu memang sudah meresahkan."

Saturday, November 24, 2012

Satpol PP Gerebek Pabrik Miras di Hutan Pasir Panjang

PULUHAN anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menggerebek pabrik pengolahan minuman keras (miras) jenis arak di kawasan Hutan Daas Tengkawang, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Arut Selatan, Kamis (22/11) sore.

Petugas mengendus keberadaan pabrik miras ini setelah mendapatkan laporan dari warga. Mereka mencurigai adanya aktivitas pembuatan miras jenis arak di hutan yang berjarak kurang lebih tiga kilometer dari Stadion Pinang Merah itu. Pada saat penggerebekan pelaku tidak berada di tempat. Kuat dugaan, pelaku hanya bekerja pada malam hari.   


Pabrik Arak--Pabrik arak yang berada di hutan daas tengkawang Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Arsel, Kabupaten Kobar dihancurkan petugas Satpol PP. Pabrik arak ini mampu menghasilkan sampai 120 jirigen atau sekitar 2400 liter arak murni.

  
Dari TKP, petugas berhasil mengamankan barang bukti antara lain 57 karung yang berisi beras yang sedang difermentasi, dandang alumunium berukuran besar dan puluhan jirigen. Cairan fermentasi beras dalam karung tampak berwarna coklat keruh dan penuh dengan ribuan senyawa kecil mirip belatung. Petugas membawa sebagian cairan dari dalam karung untuk barang bukti dan selebihnya dibuang di TKP.

"Pelaku tergolong nekad karena membuat pabrik pengolahan miras yang jaraknya dekat dengan kota,"kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satpol PP Kobar yang juga Camat Arut Selatan Rody Iskandar kepada sejumlah wartawan di lokasi penggerebekan.

Ia melanjutkan pelaku memproduksi miras besar-besaran diduga untuk persiapan perayaan malam tahun baru. Pasalnya, permintaan miras biasanya meningkat menjelang malam pergantian tahun. Dilihat dari barang bukti yang dikumpulkan, modal yang dikeluarkan pelaku berkisar Rp20-30 juta. "Pembuatan arak ini hanya perlu waktu seminggu saja, oleh karena itu kami bertindak cepat begitu mendapat informasi dari warga."  
 

Thursday, November 22, 2012

Ekspor Zircon Mentah Rugikan Daerah

EKSPOR pasir zircon (puyak) ke luar negeri dalam bentuk mentah dinilai merugikan daerah. Pasalnya, masih banyak kandungan sumber daya alam yang tercampur dan tidak masuk dalam pajak. Hal itu diungkapkan Ketua Komisi C DPRD Kobar Sarwani, di sela-sela rapat pembahasan anggaran di Aula DPRD Kobar, Rabu (21/11). "Saya mendukung adanya Peraturan Menteri (Permen) Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012. Jadi tidak boleh lagi ada campuran kandungan lain, harus murni zircon."

Ia melanjutkan dalam peraturan tersebut, seluruh pengusaha pertambangan zircon pada 2014 wajib mengekspor zircon dalam bentuk murni atau sudah terpisah dari campuran. Artinya daerah benar-benar tidak dirugikan dari sisi sumber daya alam dan pajak. Sebab sejauh ini pajak yang tertuang adalah zircon. Namun kenyataannya barang yang dikirim masih mentah dan banyak terdapat campuran lain yang bernilai tinggi. 

Tambang Zircon--Salah satu lokasi penambangan Zircon di Sungai Sekonyer, pintu gerbang Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Provinsi Kalteng. Beberapa media nasional menulis mengenai zircon tanpa menyebutkan bahwa tambang zircon di Kobar mayoritas merupakan tambang illegal. Masyarakat dipinjami modal berupa mesin sedot dan BBM oleh pengusaha zircon. Sehingga masyarakat yang selalu menjadi kambing hitam atas kerusakan alam.   

 
Meski itu berlaku 2014, politisi Golkar itu meminta pemerintah untuk memperketat dan menjaga pengiriman yang dilakukan. Ia juga mengakui, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor zircon sangat rendah. Hal ini diperparah dengan kerusakan alam yang ditimbulkan penambangan zircon. Bekas galian tambang  tidak dreklamasi. Sehingga terjadi kerusakan lahan dengan kubangan-kubangan besar dan gundul. "Mulai sekarang harus sudah diperketat pengawasannya. Penyerapan PAD dari zircon sejauh ini masih minim, hal itu kurang adanya pengawasan dari eksekutif"

Sementara itu, menurut sumber yang enggan disebut namanya, banyak pengusaha zircon di Kobar yang tidak memiliki pabrik pengolahan zircon. Pabrik ini merupakan tempat penyulingan yang dapat memisahkan zircon dan campuran lain. Sehingga, ekspor dalam bentuk mentah yang berpotensi mengandung campuran bernilai rupiah tinggi. Bahkan, tak jarang campuran tersebut mengandung uranium untuk pengembangan nuklir.

Pada kesempatan lain, Asosiasi Pertambangan Indonesia (Aspi) Ferry Alfiand, pengaturan Zirconium ZrO2Hf seperti dalam Permen ESDM 7/2012 sebetulnya kurang tepat, karena bertentangan dengan HPE November 2012. Mengenai data ekspor zircon ke luar negeri, di tahun 2010, Australia (481 ribu ton), Afrika Selatan (390 ribu ton), China (140 ribu), Indonesia (60 ribu ton). 

Wednesday, November 21, 2012

Tidak Sesuai Kontrak, Rekanan PLN Bisa Didenda

PERUSAHAAN swasta yang menyuplai daya ke PLN Rayon Pangkalan Bun bisa dikenai denda. Pasalnya, setiap perusahaan rekanan seperti PLTU Kumai dan sejumlah PLTD telah meneken MoU mengenai besaran daya yang harus di suplai ke PLN. Hal itu diungkapkan Kepala PLN Rayon Pangkalan Bun Matenu kepada sejumlah wartawan, kemarin. "Setiap rekanan yang suplai dayanya kurang dari ketentuan per bulan tetap kami kenai denda. Jumlahnya besar itu."

Meski begitu, lanjut dia, kewenangan memberikan PLN Rayon Pangkalan Bun hanya sebatas pada sejumlah PLTD. Sedangkan PLTU Kumai (PT Explorasi Energi Indonesia) kewenangan pemberian punishment ada pada Kantor PLN Wilayah Kalselteng di Banjarmasin. "Kalau yang saya tahu seperti PLTD itu solar dari kami, satu liter untuk 0,275 Kwh. Jika kurang dari itu, mereka harus mengembalikan solarnya kepada kami."

Sebelumnya, Kepala PLN Rayon Pangkalan Bun Matenu mengungkapkan pekerjaan perbaikan di PLTU Kumai yang dikelola PT Eksplorasi Energi Indonesia (EEI) tidak berjalan mulus sesuai rencana. Setelah mesin selesai diperbaiki, air laut surut sehingga mesin tidak bisa dinyalakan. Sebab ketersediaan air merupakan faktor penting untuk memproduksi uap yang menjalankan turbin. "Ya semua pekerjaan memang kadang tidak sesuai rencana, pada saat akan menyalakan unit, air laut surut."

Pelaksana Harian (Plh) Plan Manager PT. Ekploitasi Energi Indonesia (EEI) Poniran, operasional PLTU sangat tergantung pada kondisi pasang surut air laut. Mesin akan berjalan maksimal apabila air dalam kondisi pasang. Pasalnya, air laut berfungsi untuk mendinginkan turbin harus bisa dipompa masuk secara sempurna mengisi cooling system. Setelah itu baru menyalakan boiler untuk menghasilkan uap sebagai produsen daya listrik. Pada kondisi air normal perlu waktu 2 jam untuk menyalakan mesin.

PLN Jadi Gerbang Penampung Keluhan Masyarakat

PEMADAMAN listrik yang terjadi di wilayah Rayon Pangkalan Bun tidak selalu karena permasalahan jaringan milik PLN. Hal itu bisa terjadi karena ketiadaan suplai daya dari salah satu rekanan PLN. Meski begitu, mekanisme komplain masyarakat harus tetap diarahkan ke PLN. Hal itu diungkapkan Manajer PLN Rayon Pangkalan Bun Matenu kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Senin (19/11). "Kami ini memang pintu gerbangnya, jadi pemadaman masalahnya dari mana masyarakat tahunya ke PLN."

Ia melanjutkan PLN berusaha keras menjadi garda terdepan dalam menerima semua pengaduan dan pertanyaan masyarakat terkait gangguan jaringan. Pihaknya harus siap sedia memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai penyebab terjadinya pemadaman. Meskipun penyebabnya bukan dari internal PLN. Pasalnya, PLN mempunyai banyak rekanan yang menyuplai daya seperti PT Eksploitasi Energi Indonesia (PLTU Kumai) dan beberapa PLTD. "Jadi tidak boleh masyarakat yang bertanya langsung diarahkan kesana, kita yang harus menjelaskan."

Sebelumnya, Supervisor Teknik PLN Rayon Pangkalan Bun Suprapto menyatakan PLN akan melakukan pemadaman bergilir selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat (16/11). Pemadaman terpaksa dilakukan karena ada pemeliharaan rutin maintenance di PLTU Kumai. Untuk menjaga keseimbangan suplai daya, sebagian jaringan harus dimatikan.  Jaringan akan segera diaktifkan setelah perbaikan selesai dilakukan. "Jaringan listrik di kalimantan tidak seperti di Jawa karena dayanya terbatas sehingga proses pengaktifannya harus bertahap."



 

Warga Keraya Keluhkan Listrik Padam 30 Jam

WARGA Desa Keraya, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mengeluhkan durasi pemadaman listrik yang melebihi jadwal resmi yang diumumkan PLN. Pasalnya, listrik di daerah mereka padam tiga hari berturut-turut sejak Jumat (15/11) sampai dengan Minggu (17/11). Ditambah lagi, pada dua hari terakhir terjadi secara maraton selama 30 jam sejak Sabtu (16/11) Pukul 09.00 WIB sampai Minggu (17/11) Pukul 16.30 WIB.

"Kalau menurut jadwal kan bergilir, tapi ini tidak setiap hari padam bahkan yang dua hari lama sekali,"kata Nurhidayati, seorang warga kepada sejumlah wartawan, Senin (19/11). Ia melanjutkan pemadaman yang cukup lama ini sangat mengganggu kehidupan warga. Pekerjaan yang biasa dilakukan dengan menggunakan aliran listrik seperti mencuci, menanak nasi dan memompa air ke bak mandi harus dilakukan secara manual.

Selain itu, lanjut dia, penyimpanan ikan segar sangat tergantung dengan mesin pendingin. Durasi pemadaman sampai puluhan jam membuat ikan yang disimpan banyak busuk dan tidak bisa lagi dikonsumsi. Harapannya, PLN jangan mementingkan daerah perkotaan dan memadamkan daerah pinggiran seperti desanya. "Jangan sampai karena kita daerah pinggiran lalu dikalahkan karena mementingkan listrik di kota."

Ditemui terpisah, Kepala PLN Rayon Pangkalan Bun Matenu mengungkapkan pekerjaan perbaikan di PLTU Kumai yang dikelola PT Eksplorasi Energi Indonesia (EEI) tidak berjalan mulus sesuai rencana. Setelah mesin selesai diperbaiki, air laut surut sehingga mesin tidak bisa dinyalakan. Sebab ketersediaan air merupakan faktor penting untuk memproduksi uap yang menjalankan turbin. "Ya semua pekerjaan memang kadang tidak sesuai rencana, pada saat akan menyalakan unit, air laut surut."

Ditemui di tempat yang sama, Supervisor Teknik PLN Rayon Pangkalan Bun Suprapto, kasus di Desa Keraya memang berbeda dengan daerah lainnya. Selain pemadaman karena perbaikan PLTU Kumai, gardu trafo di desa tersebut mengalami kerusakan karena disambar petir. "Kabelnya sampai pecah-pecah jadi harus dimatikan untuk perbaikan."

Peliputan di Kawasan TNTP Harus Melalui SIMAKSI

FOTOGRAFER yang menerbitkan foto orangutan beberapa di beberapa portal berita online dipertanyakan perijinannya. Pasalnya, untuk melakukan peliputan di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) harus mengantongi SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). Hal itu diungkapkan Project Manager Orangutan Foundation International (OFI) Pangkalan Bun Fajar Dewanto, kemarin. "Untuk melakukan peliputan dan pengambilan gambar di kawasan Camp Leakey harus mengantongi SIMAKSI."

Ia melanjutkan SIMAKSI merupakan dokumen bukti legalitas orang untuk melakukan aktivitas tertentu dalam kawasan konservasi. Hal ini berdasarkan peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK.192/IV-Set/HO/2006 tanggal 13 November 2006 tentang Izin Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Pengaturan mengenai izin masuk kawasan konservasi (SIMAKSI) bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam pemanfaatan dan menjaga serta mempertahankan keberadaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang pengembangan, ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

Ruang lingkup pengaturan izin masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru dalam peraturan Dirjen PHKA di atas meliputi kegiatan antar lain pertama penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kedua pembuatan film atau video klip baik dalam bentuk film dokumenter, film komersial maupun film promosi. Ketiga Pembuatan foto komersial dan Ekspedisi.

Dihubungi terpisah, Staff bagian Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Efan Ekananda menyatakan belum menerima permohonan ijin dari para fotografer tersebut. "Kemarin mereka tidak mengaku sebagai jurnalis hanya membeli tiket sebagai pengunjung biasa."

Tuesday, November 13, 2012

Pelaku Usaha Pariwisata Siap Diskusi dengan Pihak Bandara

PELAKU usaha pariwisata di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menyambut gembira wacana forum koordinasi yang melibatkan berbagai stakeholder berkaitan dengan persoalan pungutan di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun. Pada dasarnya, pelaku usaha pariwisata tidak menolak adanya pungutan di bandara. Namun pungutan tersebut seyogyanya melalui proses partisipatif yang melibatkan banyak pihak. Hal itu diungkapkan Ketua DPC HPI Kobar Yomie Kamale kepada sejumlah wartawan di Hotel Avilla, Pangkalan Bun, Senin (12/11). "Pungutannya harus wajar sehingga kita (pelaku usaha) juga tidak merasa dirugikan."

Ia melanjutkan forum yang dibangun secara multistakeholder juga akan memberikan kepastian mengenai status dana yang dipungut. Pasalnya, selama ini pelaku usaha pariwisata tidak pernah menerima semacam tanda bukti pembayaran. Sehingga sah-sah saja, apabila pelaku usaha pariwisata mempunyai persepsi miring terhadap pungutan tersebut. Pihaknya berharap, hasil koordinasi bisa memberikan solusi terbaik bagi pengelola bandara maupun pelaku usaha pariwisata.

Hal senada disampaikan Ketua Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) Kobar Thomas Sari Wuwur, anggotanya akan mendukung apabila pungutan tersebut bersifat wajar dan untuk mengembangkan usaha sebuah koperasi. Sehingga usaha pariwisata dan usaha koperasi bisa bergerak bersama dan saling mendukung.

Selain itu, lanjut dia, apabila sudah disepakati mengenai besaran dan mekanisme pungutan, pemberlakuannya harus menganut asas keadilan. Artinya, tidak hanya kepada pelaku usaha pariwisata tetapi pelaku usaha bidang lain juga dikenakan pungutan yang sama. "Pelaku usaha perkebunan juga di-charge sehingga tidak ada saling iri."

Ditemui seusai peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kobar Abdul Wahab mengungkapkan pihaknya telah lama menunggu adanya forum koordinasi multistakeholder untuk membahas pungutan di Bandara Iskandar. Sehingga keputusan yang diambil bisa mengakomodasi semua pihak. "Salah satu solusinya memang harus duduk bersama, libatkan semua pihak, itu yang kami tunggu-tunggu." 

Taksi dan Parkir Bukan Kewenangan Pihak Bandara

PIHAK Bandara Iskandar menyatakan bahwa taksi dan parkir bukan kewenangan mereka. Mekanisme pengaturan keduanya dilakukan langsung oleh pihak Koperasi TNI-AU Lanud Iskandar. Hal itu diungkapkan Pelaksana Harian Kepala Bandara Iskandar Ade Suparna kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Jumat (9/110. "Kami memang sempat menangani parkir bersama pihak dinas (Dishubkominfo Kobar) tapi dua tahun lalu sudah tidak lagi, kalau taksi sejak pertama sudah ditangani koperasi TNI-AU."

Ia melanjutkan pihaknya hanya menangani hal-hal terkait lalu lintas penerbangan. Saat ini, otoritas Bandara Iskandar merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bandar Udara di bawah Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Sehingga mengenai pungutan-pungutan yang dikenakan, pihaknya tidak mengetahui.

Dikonfirmasi sejumlah wartawan seusai ibadah Sholat Jumat di Masjid Al Fattah Komplek TNI-AU, Danlanud Iskandar Letkol Pnb Wibowo Cahyono mengungkapkan pihaknya akan segera mengumpulkan informasi terkait tarif sebesar Rp50 ribu untuk setiap mobil penjemput tersebut. "Saya kan masih baru, saya kumpulkan informasinya dulu nanti saya koordinasikan."

Dihubungi terpisah, Ketua DPC HPI Kobar Yomie Kamale memahami inti masalahnya pengusaha pariwisata diminta menggunakan taksi bandara. Namun hal itu tidak bisa dilakukan. Pasalnya, turis asing ingin dijemput memakai mobil dengan standar tertentu. Alasan mereka umumnya untuk memenuhi standar keamananan dan kenyamanan dalam perjalanan wisatanya. Seperti pengalaman dirinya, banyak turis asing yang rombongan ingin dijemput dengan mobil Kijang Innova.

Sebagai pelaku usaha pariwisata yang baik, lanjut dia, mau tidak mau harus menuruti keinginan turis sebagai bentuk standar pelayanan yang baik. Di sisi lain, dirinya dikenai charge sebesar Rp200 ribu di bandara. "Wisatawan pengennya dijemput pakai innova dan tidak mau menggunakan taksi bandara. Jadi kami kena dua kali, sudah sewa mobilnya terus bayar lagi yang di bandara."
   

Rombongan Kemenparekraf Keluhkan Pungutan di Bandara Iskandar

ROMBONGAN pengusaha bidang pariwisata yang dibawa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk menjajaki peluang investasi di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mengeluhkan tingginya pungutan di Bandara Iskandar. Hal itu terungkap saat sesi tanya jawab dalam lokakarya dan pertemuan bisnis antar pengusaha pariwisata menyambut Festival Tanjung Puting di Ruang Mahakam, Hotel Swiss Bellin, Pangkalan Bun, Kamis (8/11). Hadir dalam kegiatan tersebut pengusaha pariwisata dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang.

"Kami ingin menanyakan sejauh mana kerjasama yang sudah dibangun dinas (disbudpar) dengan instansi lain seperti pengelola bandara, karena untuk satu kali parkir menjemput tamu dikenai biaya Rp50 ribu,"kata Direktur PT Travellink Indonesia Bandung Khoirul Fajri kepada forum yang disaksikan sejumlah wartawan lokal dan nasional yang dibawa Kemenparekraf.


Ia melanjutkan hal ini sangat memberatkan pengusaha pariwisata sehingga harus menaikkan harga paket. Seharusnya hal ini bisa dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat. Sehingga pungutan seperti ini tidak terjadi dan pengusaha pariwisata bisa lebih leluasa mengembangkan usahanya. Selain itu, kondisi bandara masih minim rambu-rambu yang memuat informasi tentang Tanjung Puting.


Hal senada disampaikan Direktur PT Citra Gilang Tour Semarang Pranoto, aksesibilitas ke Tanjung Puting sebenarnya sudah cukup bagus. Sudah banyak penerbangan yang menghubungkan Pangkalan Bun dengan kota penyuplai wisatawan seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Namun di sisi lain, pengusaha pariwisata cukup kesulitan dengan adanya kebijakan bandara yang menerapkan tarif parkir yang cukup tinggi bagi agen perjalanan yang menjemput rombongan wisatawan. "Hal ini cukup memberatkan pengusaha pariwisata."


Menanggapi hal tersebut, Ketua Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) Kobar Thomas Sari Wuwur mengungkapkan tarif Rp50 ribu untuk setiap mobil penjemput tamu sudah berlangsung cukup lama. Pengusaha telah menyerahkan penanganannya kepada Muspida. Meski begitu, sampai saat ini pungutan parkir tersebut masih berlaku. Namun uniknya, pungutan tersebut tidak berlaku bagi mobil-mobil yang menjemput tamu-tamu pengusaha perkebunan. "Saya pernah protes juga, kok saya kena <>cash<>? Mobil kebun kok tidak? apa bedanya dengan mobil saya?"



Kepala Bidang Pengembangan Wisata Disbudpar Kobar Wahyudi Raharjo mengungkapkan bahwa bandara tersebut memang bukan milik Pemkab Kobar melainkan milik TNI-AU. Pemkab Kobar sudah pernah berkoordinasi dengan pihak Bandara Iskandar. Namun sampai saat ini belum menemukan titik temu. Bahkan Pemkab Kobar sendiri juga dikenakan biaya yang sama apabila menjemput tamu-tamu yang bersifat kedinasan dengan menggunakan travel. "Setiap mobil yang menjemput tamu dari bandara dikenai biaya Rp50 ribu per unit. Sedangkan mobil yang mengantar tidak dikenakan biaya. Oleh karena itu, kita (Pemkab Kobar) akan membangun bandara sendiri."

Sunday, November 11, 2012

Dilema dan Mimpi Seorang Pemain Sepakbola

Pemuda itu bersandar di suatu sudut dinding lapangan futsal. Kepalanya tertunduk, matanya nanar, kemudian menghela nafas dalam. Sementara rekan-rekannya berpesta merayakan kemenangan dengan bersorak sorai. Timnya baru saja menjadi juara dalam sebuah turnamen futsal di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Sabtu, 10/11/2012).

 “Apa kabar?” sapaku. Dia menoleh, membalas salamku sambil tersenyum dan menjabat tanganku. “Baik,” jawabnya. “Kok kamu kelihatan tambah gendut?” tanyaku. Pemuda kelahiran 13 Januari 1988 itu tergelak sambil meremas-remas perutnya. Sebetulnya, kami pernah bertemu tepat satu tahun yang lalu di turnamen yang sama.



Bekas Pemain Timnas Indonesia--Topas Wiyantoro Pamungkas mantan pemain timnas futsal Indonesia mengangkat piala setelah menjuarai turnamen lokal. Dia sekarang tanpa tim. Padahal dia pernah mengharumkan nama bangsa.

Dia menjadi pemain sewaan dari salah satu klub futsal lokal. Karena status ‘bayaran’-nya, dia selalu menjadi bahan cemoohan penonton setiap kali bertanding. Ejekan mulai dari ‘tukang ojek’ hingga ‘tukang tambal ban’ dihiraukannya dengan lapang dada. Penonton memang tidak dapat disalahkan karena tidak mengetahui siapa dirinya. Para suporter hanya emosi melihat dirinya begitu lihai mengendalikan permainan. Mengatur tim dengan bagus. Dia juga mempunyai tendangan kaki kiri yang keras dan akurat. Tidak jarang dia mencetak gol dengan kaki andalannya itu.

Pemuda itu mempunyai nama Topas Wiyantoro Pamungkas. Mungkin, bagi penggemar olahraga sepakbola sekalipun asing mendengar namanya. Sebetulnya, Topas adalah salah satu pemain timnas futsal yang mewakili Indonesia di ajang AFF Futsal Championship di Bangkok, Thailand 2008. Kala itu, timnas futsal Indonesia gagal menjadi juara setelah dikalahkan tim tuan rumah di partai final dengan skor 1-5.


Pada musim kompetisi Indonesian Super League (ISL) 2011/2012, di berkostum PSIM Yogyakarta dan berlaga di Divisi Utama. Kini, sepesialis bek kiri itu jobless alias belum mempunyai tim. “Belum ada tim, Mas,” tuturnya, “ JC (Joint Committee) juga masih ribut. ISL juga baru mulai Januari,” ujar pemuda yang memborong dua gol saat timnas mengalahkan Myanmar 4-2 beberapa tahun silam.


Menjadi pemain sepakbola Indonesia  adalah pertaruhan masa depan. Memang, sang pemain mendapat kontrak dan gaji yang fantastis. Belum lagi fasilitas-fasilitas yang ‘tidak umum’. Tapi, persaingan jugatidak  mudah. Apalagi kontrak dari mayoritas klub-klub Indonesia untuk para pemain sepakbola pada umumnya hanya setiap satu tahun saja. Tidak seperti di liga-liga eropa. Pemain di belahan benua lain itu bisa mendapat kontrak hingga lima tahun dengan gaji miliaran rupiah setiap minggu. Bisa koleksi mobil mewah hingga selebriti atau model. Bila cedera, dibiayai klub. Di Indonesia, cedera berarti karir tamat.
Ketika itu saya tahu kenapa pemuda yang menyukai nomor punggung favorit 11 itu tidak ikut merayakan kemenangan timnya. Turnamen sudah selesai, itu artinya dia harus mencari turnamen lain untuk diikuti supaya asap dapur terus mengepul.


 “Lalu, sekarang kamu sibuk ngapain aja?”
 “Latihan sendiri, Mas.”
“Sekarang kan jeda kompetisi, kan banyak klub yang sedang seleksi?”
 “Kalau gak ada link susah, Mas.”
“Masih mau main bola?”
“Ya, mau Mas. Cuma sepakbola yang saya suka.”
“Ada mimpi masuk timnas?”
“Sekali saja saya bisa membela timnas, mati di lapanganpun saya mau.”


Saya terdiam. Dia kembali tertunduk sambil tersenyum. Kakinya dijejak-jejakkan ke bumi. Kedua tangannya digenggam dibelakang.  Lalu dia menengadah. “Paling tidak hari ini kami juara,” celetuknya seraya tertawa. Aku menjabat kembali tangannya, menepuk punggunggnya, “Kerja yang bagus,” kataku kemudian meninggalkannya.  Sebetulnya, saya dulu  juga mempunyai mimpi berkostum timnas. Tapi sekarang saya justru berakhir menjadi seorang wartawan. Bagiku, kamu selalu menjadi seorang juara. Kamu masih muda. Jangan berhenti berlatih dan bermimpi. Niscaya kesempatan itu akan datang. Insya Allah...

(Diambil dari FB kawan saya: Rangga Putra)

Tuesday, November 6, 2012

LSP Pariwisata Gelar Uji Kompetensi Pelaku Pariwisata Kobar

BADAN Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Lembaga Sertifikasi Pariwisata (LSP) Pariwisata menggelar uji kompetensi bagi pelaku pariwisata di Kabupaten Kotawaringin Barat. Peserta uji kompetensi difokuskan pada tenaga kerja di bidang pariwisata khususnya anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dan Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) Kabupaten Kobar.

"Uji kompetensi ini dilaksanakan sesuai amanat undang-undang. Sertifikasinya dari BNSP lembaga yang langsung di bawah Presiden,"kata Direktur LSP Pariwisata Imam Hudaya di sela-sela kegiatan uji kompetensi di Aula Hotel Avilla Pangkalan Bun, Senin (5/11).

Ia melanjutkan sertifikasi bagi tenaga kerja pariwisata dilakukan berdasarkan amanat Undang-undang. Hal ini diatur dalam UU No 10 tahun 2010 yang diturunkan dalam PP No 52 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa semua tenaga kerja bidang pariwisata wajib mengantongi sertifikat kompetensi. Pemegang sertifikat ini akan diakui kompetensinya baik secara nasional maupun internasional.

Selain meningkatkan kapasitas pelaku, lanjut dia, sertifikasi ini akan berpengaruh besar pada industri pariwisata Indonesia ke depan. Pasalnya, pelaku pariwisata di Asia Tenggara telah menyepakati ASEAN free movement of labour sebagai bagian dari free flow development of ASEAN Tourism. Artinya, tenaga kerja pariwisata di Filipina atau Thailand bisa bekerja menjadi pemandu wisata atau front office hotel di Indonesia asal mempunyai sertifikasi kompetensi. Sehingga, apabila tidak diantisipasi, pelaku pariwisata di Indonesia bisa kalah bersaing. "Uji kompetensi dilaksanakan selama tiga hari mulai kemarin (minggu) dengan target peserta sebanyak 70 orang sampai akhir kegiatan."

Ditemui di tempat yang sama, Ketua DPC HPI Kobar Yomie Kamale mengharapkan semua anggotanya bisa mendapatkan sertifikasi profesi guide. Sehingga pada saat diberlakukan pasar bebas bagi industri pariwisata, pemandu Kobar bisa tetap bersaing. "Sertifikasi ini juga membuat kita pede di depan wisatawan karena kita sudah diakui berkompeten di bidang ini."

Ketua ASITA Kobar Thomas Sari Wuwur mengungkapkan dirinya merupakan satu-satunya anggota ASITA yang sudah memegang sertifikat. Tidak hanya itu, masih banyak biro perjalanan wisata yang belum bergabung di ASITA. "Saya harap bagi yang belum bergabung segera bergabung sehingga kita lebih kuat menghadapi persaingan pada tahun 2015 mendatang."

Mahasiswa STPB Bandung Penelitian di Tanjung Puting

SEBANYAK 7 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) akan melakukan penelitian mengenai tata kelola pemandu wisata di obyek wisata Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Rombongan diterima di ruang rapat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Jumat (2/11).

"Kami akan melakukan penelitian selama dua minggu khusus untuk tata kelola pemandu wisata di Tanjung Puting,"kata Michele Clarissa mewakili teman-temannya. Ia melanjutkan data hasil penelitian ini akan digunakan sebagai bahan penyusun skripsi. Kelompoknya sengaja memilih Kobar karena merupakan pintu masuk ribuan wisatawan ke Tanjung Puting setiap tahunnya. Kepemanduan merupakan salah satu faktor penting dalam industri pariwisata. Pasalnya, kualitas pemandu yang baik akan bisa mempertahankan jumlah kunjungan wisatawan di Tanjung Puting. 


Penelitian--Kepala Bidang Pengembangan Wisata Disbudpar Kobar Wahyudi Raharjo menerima rombongan tujuh orang mahasiswa STPB Bandung yang akan melakukan penelitian di TN Tanjung Puting


Nabila Waulani mahasiswa lainnya mengaku baru pertama kali mengunjungi Kobar. Ketertarikan kelompoknya pada Tanjung Puting karena merupakan salah satu lokasi ekowisata di Indonesia yang sudah terkenal secara internasional. Timnya akan meneliti sejauh mana penerapan teknik kepemanduan di kalangan pramuwisata di Kobar. Hal ini sekaligus sebagai ujian bagi mereka untuk bisa bertukar ilmu dengan pemandu wisata di lapangan.

Saat ini, lanjut dia, Tanjung Puting merupakan salah satu lokasi ekowisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Ia berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu masukan untuk pengelolaan industri pariwisata yang lebih baik. Khususnya bidang kepemanduan (guiding). "Awalnya dosen kami yang kesini kemudian menunjukkan gambar-gambar dan kami tertarik untuk melakukan penelitian disini. Kami semua baru pertama kali datang kesini."

Ditemui di tempat yang sama, Kepala Bidang Pengembangan Wisata Disbudpar Kobar Wahyudi Raharjo mengungkapkan kedatangan mahasiswa STPB Bandung diharapkan bisa memberikan masukan ke daerah mengenai model standar tata kelola pemandu wisata. "Mereka bisa membagi ilmunya mengenai cara menjadi seorang pemandu yang baik mulai dari budi pekertinya, cara penyampaiannya dan pendampingan sampai ke lokasi tujuan wisata."

Usman, Pejantan Tangguh...

"Rela naik turun bukit yang penting dapur rumah tetap mengepul"
 

JARUM jam sudah berdempetan menunjuk pukul 12.00 tepat tengah hari. Namun mendung tebal dan semilir angin begitu dingin menerpa perbukitan Desa Karabu, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kobar. Mobil kami tak mampu lagi menembus jalan itu. Sebuah pohon besar tumbang dan melintangi jalan kami.

Seorang lelaki tampak duduk termenung di pohon melintang itu. Peluhnya bercucuran. Di hadapannya nampak berbagai jenis sayur, tahu, tempe dan buah-buahan berhamburan di jalan. Sedangkan sepeda motor dan gerobak terpental tidak jauh dari tempat itu. Tak lama kemudian seorang pengendara sepeda motor ikut membantu menolong lelaki itu. Obrolan mereka tampak begitu akrab. Saya pun ikut membantu dan mengambil beberapa bungkus tahu dan tape singkong untuk mengganjal perut yang keroncongan.


Lelaki itu bernama Usman, satu-satunya pedagang sayur keliling yang berjaja sampai Desa Gandis dan Kerabu. Usman berasal dari Desa Satu Tran PIR, Kecamatan Pangkalan Banteng. Ia mengaku telah lama menekuni pekerjaan ini. "Dapur orang desa sini tergantung sama saya, sekarang berdua adik saya juga jualan sampai disini,"katanya dengan nada bercanda.

Setiap pagi sebelum shubuh, Usman berangkat ke Pasar Natai Kerbau untuk kulakan. Setelah itu, ia langsung naik ke ujung Aruta. Seharian ia berkeliling dari kampung ke kampung. Usman mengaku biasa sampai rumah pukul 20.00 WIB. Penghasilan bersih yang didapat cukup lumayan Rp200-300 ribu per hari.

Medan yang dilalui cukup berat. Penuh tanjakan dan turunan tajam, ditambah kondisi jalan tanah yang sangat licin pada waktu hujan. Meski begitu, hal itu tidak menyurutkan semangatnya berjualan. "Saya hujan pun tetap naik berjualan. Bagaimana lagi? dapur saya dan dapur warga tergantung pada saya,"katanya sambil tertawa. 

Popular Post