PELAKU usaha pariwisata di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menyambut gembira wacana forum koordinasi yang melibatkan berbagai stakeholder berkaitan dengan persoalan pungutan di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun. Pada dasarnya, pelaku usaha pariwisata tidak menolak adanya pungutan di bandara. Namun pungutan tersebut seyogyanya melalui proses partisipatif yang melibatkan banyak pihak. Hal itu diungkapkan Ketua DPC HPI Kobar Yomie Kamale kepada sejumlah wartawan di Hotel Avilla, Pangkalan Bun, Senin (12/11). "Pungutannya harus wajar sehingga kita (pelaku usaha) juga tidak merasa dirugikan."
Ia melanjutkan forum yang dibangun secara multistakeholder juga akan memberikan kepastian mengenai status dana yang dipungut. Pasalnya, selama ini pelaku usaha pariwisata tidak pernah menerima semacam tanda bukti pembayaran. Sehingga sah-sah saja, apabila pelaku usaha pariwisata mempunyai persepsi miring terhadap pungutan tersebut. Pihaknya berharap, hasil koordinasi bisa memberikan solusi terbaik bagi pengelola bandara maupun pelaku usaha pariwisata.
Hal senada disampaikan Ketua Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) Kobar Thomas Sari Wuwur, anggotanya akan mendukung apabila pungutan tersebut bersifat wajar dan untuk mengembangkan usaha sebuah koperasi. Sehingga usaha pariwisata dan usaha koperasi bisa bergerak bersama dan saling mendukung.
Selain itu, lanjut dia, apabila sudah disepakati mengenai besaran dan mekanisme pungutan, pemberlakuannya harus menganut asas keadilan. Artinya, tidak hanya kepada pelaku usaha pariwisata tetapi pelaku usaha bidang lain juga dikenakan pungutan yang sama. "Pelaku usaha perkebunan juga di-charge sehingga tidak ada saling iri."
Ditemui seusai peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kobar Abdul Wahab mengungkapkan pihaknya telah lama menunggu adanya forum koordinasi multistakeholder untuk membahas pungutan di Bandara Iskandar. Sehingga keputusan yang diambil bisa mengakomodasi semua pihak. "Salah satu solusinya memang harus duduk bersama, libatkan semua pihak, itu yang kami tunggu-tunggu."
Ia melanjutkan forum yang dibangun secara multistakeholder juga akan memberikan kepastian mengenai status dana yang dipungut. Pasalnya, selama ini pelaku usaha pariwisata tidak pernah menerima semacam tanda bukti pembayaran. Sehingga sah-sah saja, apabila pelaku usaha pariwisata mempunyai persepsi miring terhadap pungutan tersebut. Pihaknya berharap, hasil koordinasi bisa memberikan solusi terbaik bagi pengelola bandara maupun pelaku usaha pariwisata.
Hal senada disampaikan Ketua Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) Kobar Thomas Sari Wuwur, anggotanya akan mendukung apabila pungutan tersebut bersifat wajar dan untuk mengembangkan usaha sebuah koperasi. Sehingga usaha pariwisata dan usaha koperasi bisa bergerak bersama dan saling mendukung.
Selain itu, lanjut dia, apabila sudah disepakati mengenai besaran dan mekanisme pungutan, pemberlakuannya harus menganut asas keadilan. Artinya, tidak hanya kepada pelaku usaha pariwisata tetapi pelaku usaha bidang lain juga dikenakan pungutan yang sama. "Pelaku usaha perkebunan juga di-charge sehingga tidak ada saling iri."
Ditemui seusai peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kobar Abdul Wahab mengungkapkan pihaknya telah lama menunggu adanya forum koordinasi multistakeholder untuk membahas pungutan di Bandara Iskandar. Sehingga keputusan yang diambil bisa mengakomodasi semua pihak. "Salah satu solusinya memang harus duduk bersama, libatkan semua pihak, itu yang kami tunggu-tunggu."
EmoticonEmoticon