Sunday, June 18, 2017

Jangan Ngaku Pancasilais Kalau Hapus Mata Pelajaran Agama di Sekolah

Isu soal penghapusan mata pelajaran agama di sistem full day school sempat menuai kontoversi. Beruntung langsung dibantah Kemendikbud, bahwa pelajaran agama tidak akan dihapus dari kurikulum. Terlepas dari itu, menurut saya, seorang yang Pancasilais tidak akan menghapus pelajaran agama. Sebab, jelas Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa di Sila I.

Jika full day school menyasar Penguatan Pendidikan Karakter (P2K), agama merupakan bagian dari pendidikan karakter itu. Perkara agama inilah yang membedakan negara kita dengan negara sekuler. Ada Kementerian Agama (Kemenag) dan tentu sudah seharusnya ada pelajaran agama.




Soal sekarang lagi trend orang berpikiran liberal, nyeleneh, dll itu lain soal. Sebab saya tahu betul, beberapa teman yang punya pemikiran liberal bahkan cenderung kiri, justru menyekolahkan anaknya di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD-IT) dan SMP-IT. Alasannya klasik, ya supaya anaknya punya karakter yang baik.

Jadi, meski dalam diskusi-diskusi mereka seolah 'anti agama' namun dalam praktiknya mereka justru menyerahkan pendidikan anak-anaknya ke sekolah yang lebih banyak muatan agama. Meski dengan alasan itu untuk dasar dan ketika sudah memasuki usia dewasa (SMA), mereka akan memberikan penjelasan agar tidak menjadi seorang fundamentalis (ya mungkin deradikalisasi ala keluarga).

Saya heran, justru menjadi orang fundamentalis itu kalau benar-benar bisa bagus. Soalnya dia paham hal paling fundamen (mendasar) dari agama. Yakni, 'Lakum dinukum Lakum Dinukum Waliyadin Lakum Dinukum Waliyadin' Untukmu Agamamu Untukku Agamaku. Orang fundamentalis justru bakal menjadi orang paling toleran.

Jadi selain pelajaran agama tidak perlu dihapus, saya juga menekankan agar tidak terlalu su'udzon (berburuk sangka) pada aktivis-aktivis yang terlihat 'anti agama.' Sebab kita belum tahu saja jerohannya. Kadang apa yang diucapkan tidak semuanya diaplikasikan di keluarga mereka.

Satu contoh, seorang aktivis wanita pembela LGBT, suatu hari sahabatnya mengajak bicara empat mata. Sahabat itu menyampaikan kalau putrinya ada indikasi menjadi lesbian. Lalu, apakah reaksinya? "Antar saya ke rumah sakit, klinik atau kemana saja, aku pengen anakku sembuh, pengen dia normal." Nah loh?


EmoticonEmoticon