Thursday, September 15, 2016

Cui Lan Seng Akhirnya Memilih Rara Parwani

Alkisah di zaman awal berdirinya Kesultanan Pajang tahun 1549. Saat Jaka Tingkir putra Ki Ageng Pengging, menantu Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak, naik tahta dengan mendirikan kesultanan baru dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah perbatasan Surakarta-Sukoharjo dan Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh dan sekitarnya.

Di Pengging, Cui Lan Seng, seorang saudagar asal negeri Tiongkok membuka toko obat yang sangat ramai dikunjungi warga. Saat itu, Desa Tepus tempat tinggalnya bakal mengadakan pemilihan Lurah (sebutan untuk kades masa itu). Terdorong keinginannya untuk mengembangkan usaha bersama teman-temannya, Cui Lan Seng pun bertekad untuk bisa menjadi Lurah. Meski persyaratannya cukup berat, harus mengumpulkan girik (seperti KTP di masa sekarang) dari 150 kepala somah dari 200 kepala somah (KK) di Tepus.




Pagi itu, Cui Lan Seng sedang berkonsultasi dengan anak buahnya yang setia, Kampret. Orangtuanya memberi nama Kampret (anak kelelawar) karena saat ibunya melahirkan dekat gua kelelawar saat pulang dari sawah.

"Kampret, bagaimana menurut kamu? Bisa tidak kamu mengumpulkan girik-girik itu, kita masih punya waktu tiga purnama," kata Cui Lan Seng.

"Maaf Tuan, sebenarnya kita tidak perlu susah-susah mengumpulkan girik untuk njago Lurah, bukankah Tuan cukup dekat dengan Gusti Cakra Prabaswara di Kotaraja?" kata Kampret.

"Ya benar, terus apa hubungannya dengan pencalonanku Kampret?" tanya Cui Lan Seng penuh selidik.

"Lho Tuan ini bagaimana, Raden Cakra punya anak perempuan Rara Parwani, kalau Tuan menikahi Rara Parwani, Tuan akan menjadi bangsawan Pajang, toh dulu sudah ada Senopati Jinbun (Raden Patah) yang jadi Raja pertama Demak, bagaimana Tuan? Bagus to ide saya?" kata Kampret sambil tersenyum bangga.

"Ya itu memang benar Kampret, tapi aku ingin menikahi Sun Sing Sue pujaan hatiku, sudah kau kumpulkan saja girik-girik itu Kampret," tegas Cui Lan Seng.

Akhirnya, Kampret pun berlalu sambil menggerutu. Pasalnya, mengumpulkan girik dalam waktu tiga purnama tidak mudah. Itu pun jika tidak ada halangan. Sebab sudah pasti bakal banyak yang menjegal Cui Lan Seng.

Namun singkat cerita, sebagai abdi yang setia, Kampret pun mengumpulkan girik itu dengan dana dari keluarga Cui Lan Seng yang kaya raya. Kampret pun membentuk organisasi 'Konco Lanceng'. Organisasi berlogo lebah lanceng itu merepresentasikan teman Cui Lan Seng.

Mereka mengumpulkan girik di pasar, sawah, ladang dan rumah-rumah warga. Selain itu, Kampret juga menggelar pertunjukan ketoprak, wayang orang, wayang kulit untuk mengumpulkan girik. Setelah dua purnama berlalu, ternyata perolehan girik cukup banyak. Kampret pun melaporkan hasil kerjanya kepada Cui Lan Seng.

"Tuan, saya sudah cukup banyak mengumpulkan girik, bagaimana pendapat tuan?" kata Kampret.

"Kampret, sepertinya aku akan menempuh jalur bangsawan seperti yang kau ungkapkan dulu," kata Cui Lan Seng santai.

"Waduh Gustiiii!!! Tuan ini bagaimana? Bisa kecewa semua Konco Lanceng, bisa dibantai saya?!" kata Kampret setengah berteriak.

"Kampret, kita harus berpikir jernih, Kotaraja buat aturan baru, girik dari sesama orang Tiongkok tidak berlaku, sedangkan ada 60 kepala somah keturunan Tiongkok, itu sama saja menutup peluangku," kata Cui Lan Seng.

"Kamu benar-benar tidak tahu adat! Saya tidak sudi lagi bekerja padamu Lan Seng! Aku masih waras, orang sepertimu memang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan keluargamu!" kata Kampret sambil berlalu dari hadapan Cui Lan Seng.

"Terserah apa katamu Kampret, dengan uangku, semua orang-orangmu tidak akan bisa berpikir jernih, lihat saja mereka akan tetap mendukungku ha..ha..ha..." 

Kampret pun membalikkan badannya di depan pintu pendopo dan memandang lekat-lekat wajah Cui Lan Seng. "Jangan kau kira semua orang bodoh Cui Lan Seng, ingat itu!"

Akhirnya Cui Lan Seng jadi menikahi Rara Parwati, dan benar hanya sedikit dari warga Tepus yang protes. Sisanya, justru mendewakan Cui Lan Seng meski sudah dikhianati. Tidak jelas apakah Cui Lan Seng akhirnya menjadi lurah atau tidak, karena naskah lontar selanjutnya tidak terbaca. 


--0--0--0--
Cerita ini fiksi, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata.
--0--0--0--


EmoticonEmoticon

Popular Post