Monday, January 21, 2013

Sawit Sekonyer Ancam Status Cagar Biosfer dan Komitmen REDD+

RENCANA masuknya perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit ke kawasan penyangga (buffer zone)  Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) bisa berdampak serius pada komitmen RI pada dunia internasional. Betapa tidak, pemberian izin di areal ini kembali mengancam dicabutnya status Cagar Biosfer TNTP ditetapkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 1977. Selain itu, keseriusan RI dalam komitmen Reduction of Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) bakal diragukan.

 
"Kawasan itu memang APL tapi tidak serta merta bisa dialihfungsikan menjadi sawit,"kata Project Manager OFI Pangkalan Bun Fajar Dewanto di kantornya, Sabtu (21/1). Ia melanjutkan kondisi vegetasi hutan di areal tersebut masih bagus dan banyak dihuni orangutan. Meski status areal tersebut menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) karena SK Menhut No 592 Tahun 2012. Namun kawasan tersebut masih terikat dengan Inpres No 10 Tahun 2011 tentang moratorium penerbitan izin.

 
Selain itu, lanjut dia, TNTP dan sekitarnya mempunyai sederet status yang menjadi alasan cukup kuat untuk dipertahankan. Selain Cagar Biosfer, TNTP ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) melalui PP No 4 tahun 2004, Kawasan Strategis Nasional (KSN) melalui PP Nomor 26 tahun 2008, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional (DSN) melalui PP No 50 tahun 2011. "Surat Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer (BKPCB) Tanjung Puting saat ini sudah diajukan ke Gubernur Kalteng, sehingga tidak serta merta bisa dijadikan sawit."

 
Dihubungi terpisah, Manajer Friends of the National Parks Foundation (FNPF) Basuki Budi Santoso mengungkapkan kawasan tersebut merupakan kawasan gambut yang dilindungi peraturan berlapis di berbagai kementerian. Lahan gambut harus dijaga karena mampu mengikat karbon di udara dan menyimpannya menjadi bahan organik berupa bagian dari tumbuhan. Ditambah lagi, Provinsi Kalteng telah ditetapkan pemerintah sebagai provinsi percontohan REDD+ yang otomatis harus menjaga lahan gambutnya. "Selain itu perusahaan sawit tersebut anggota RSPO, kami akan usulkan untuk dicabut keanggotaannya kalau merusak lahan gambut."

 
Sementara itu, Bupati Kobar Ujang Iskandar menegaskan rencana masuknya PBS sawit ke Desa Sekonyer sudah seusai aturan. Pemkab Kobar memang telah mengeluarkan izin bagi perusahaan tersebun. Namun hal itu belum final. Pasalnya, izin tersebut masih harus diverifikasi dari pusat. Sebab ada bagian yang bisa dikeluarkan izinnya dan ada yang tidak bisa. Selain itu, pihaknya juga telah mengajukan pertimbangan teknis (Pertek) kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

 
Ia menegaskan pihaknya tidak anti kritik. Namun diharapkan kritik yang dilontarkan harus disertai dengan solusi. Pemkab Kobar terbuka bagi semua pihak yang ingin berdiskusi mengenai solusi terbaik untuk mensejahterakan masyarakat Desa Sekonyer. "Perusahaan tersebut menerapkan 30 persen untuk plasma dan 70 persen untuk inti, selain itu track record-nya cukup baik bisa bekerjasama dengan masyarakat Kecamatan Kolam (Kotawaringin Lama), itu salah satu pertimbangan kita."


EmoticonEmoticon