RENCANA masuknya perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit ke
kawasan penyangga (buffer zone) Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) bisa
berdampak serius pada komitmen RI pada dunia internasional. Betapa tidak,
pemberian izin di areal ini kembali mengancam dicabutnya status Cagar Biosfer
TNTP ditetapkan United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun
1977. Selain itu, keseriusan RI dalam komitmen Reduction of Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+)
bakal diragukan.
"Kawasan itu memang APL tapi tidak serta merta bisa dialihfungsikan
menjadi sawit,"kata Project Manager OFI Pangkalan Bun Fajar Dewanto di
kantornya, Sabtu (21/1). Ia melanjutkan kondisi vegetasi hutan di areal
tersebut masih bagus dan banyak dihuni orangutan. Meski status areal tersebut
menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) karena SK Menhut No 592 Tahun 2012. Namun
kawasan tersebut masih terikat dengan Inpres No 10 Tahun 2011 tentang
moratorium penerbitan izin.
Selain itu, lanjut dia, TNTP dan sekitarnya mempunyai sederet status yang
menjadi alasan cukup kuat untuk dipertahankan. Selain Cagar Biosfer, TNTP
ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) melalui PP No 4
tahun 2004, Kawasan Strategis Nasional (KSN) melalui PP Nomor 26 tahun 2008,
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional
(DSN) melalui PP No 50 tahun 2011. "Surat Pembentukan Badan Koordinasi
Pengelolaan Cagar Biosfer (BKPCB) Tanjung Puting saat ini sudah diajukan ke
Gubernur Kalteng, sehingga tidak serta merta bisa dijadikan sawit."
Dihubungi terpisah, Manajer Friends of the National Parks Foundation (FNPF)
Basuki Budi Santoso mengungkapkan kawasan tersebut merupakan kawasan gambut
yang dilindungi peraturan berlapis di berbagai kementerian. Lahan gambut harus
dijaga karena mampu mengikat karbon di udara dan menyimpannya menjadi bahan
organik berupa bagian dari tumbuhan. Ditambah lagi, Provinsi Kalteng telah
ditetapkan pemerintah sebagai provinsi percontohan REDD+ yang otomatis harus
menjaga lahan gambutnya. "Selain itu perusahaan sawit tersebut anggota
RSPO, kami akan usulkan untuk dicabut keanggotaannya kalau merusak lahan
gambut."
Sementara itu, Bupati Kobar Ujang Iskandar menegaskan rencana masuknya PBS
sawit ke Desa Sekonyer sudah seusai aturan. Pemkab Kobar memang telah
mengeluarkan izin bagi perusahaan tersebun. Namun hal itu belum final.
Pasalnya, izin tersebut masih harus diverifikasi dari pusat. Sebab ada bagian
yang bisa dikeluarkan izinnya dan ada yang tidak bisa. Selain itu, pihaknya
juga telah mengajukan pertimbangan teknis (Pertek) kepada Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Ia menegaskan pihaknya tidak anti kritik. Namun diharapkan kritik yang
dilontarkan harus disertai dengan solusi. Pemkab Kobar terbuka bagi semua pihak
yang ingin berdiskusi mengenai solusi terbaik untuk mensejahterakan masyarakat
Desa Sekonyer. "Perusahaan tersebut menerapkan 30 persen untuk plasma dan
70 persen untuk inti, selain itu track
record-nya cukup baik bisa bekerjasama dengan masyarakat Kecamatan Kolam
(Kotawaringin Lama), itu salah satu pertimbangan kita."
EmoticonEmoticon