Friday, October 19, 2012

Penerbitan Ijin Langgar Inpres Moratorium

WAHANA Lingkungan Hidup (WALHI) Kalteng menilai penerbitan ijin lokasi di kawasan penyangga Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) yang hanya berlandaskan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK 292/Menhut-II/2011 terlalu gegabah. Pasalnya, masih ada peraturan lain yang harus dijadikan pertimbangan. Hal itu diungkapkan Direktur Walhi Kalteng Arie Rompas kepada Gudang Tutorial melalui ponselnya, Rabu (17/10). "SK 292 itu memang sudah APL tapi banyak peraturan lain yang juga harus dikaji."

Ia melanjutkan dalam penerbitan ijin investasi pemerintah daerah (Pemda) harus mengkaji setiap peraturan yang ada. Salah satunya, Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Kedudukan Inpres otomatis lebih tinggi daripada SK Menhut. Bahkan presiden menegaskan bahwa Inpres tersebut harus ditaati sebagai bagian dari pencitraan pemerintah RI di mata internasional terkait pelestarian lingkungan.

Selain itu, lanjut dia, lahan gambut dalam tidak boleh dikonversi dengan alasan apapun. Konversi lahan gambut sangat berbahaya bagi masa depan manusia. Sebab setiap kerusakannya menyebabkan pelepasan emisinya lebih besar dan berimbas pada peningkatan suhu akibat efek rumah kaca. "Keterangan dari BPN bahwa itu nanti bisa dibahas dengan Kementerian Kehutanan jelas ngaco dan Gubernur Kalteng menerbitkan surat edaran pasti dengan berbagai kajian."

Dihubungi terpisah, Project Manager Orangutan Foundation International (OFI) Pangkalan Bun Fajar Dewanto, permasalahan bukan pada komoditas sawitnya. Namun proses penerbitan ijin yang terkesan diam-diam dan terkesan tertutup yang menjadi tanda tanya besar. Seharusnya proses pengambilan kebijakan ini bisa lebih terbuka kepada publik. Sehingga tidak ada tafsir sepihak yang mengacu hanya pada sebuah peraturan.

Selain itu, lanjut dia, banyak komoditas lain bisa dikembangkan pemerintah di kawasan tersebut salah satunya gaharu. Nilai ekonominya jelas lebih tinggi daripada sawit dan lebih ramah lingkungan. Anehnya, pemerintah daerah justru lebih memilih sawit. "Kami tidak anti sawit, tapi persoalannya mekanisme penerbitan ijin ini layak dikaji bersama."

Sebelumnya, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pangkalan Bun mengakui telah menerbitkan rekomendasi ijin lokasi seluas 7200 Hektare kepada sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar. Namun pemberian rekomendasi tersebut sudah dilakukan melalui tahapan rapat dengan berbagai pihak dan mengkaji berbagai peraturan yang ada. "Areal itu berdasarkan SK Menhut nomor 292 sudah diputihkan, berarti APL (area penggunaan lain) dan bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, intinya silahkan dipakai."


EmoticonEmoticon