Monday, October 8, 2012

Hakim Pangkalan Bun Nuril Huda Setor ke Tipikor

MATA kita boleh terbelalak. Kuping boleh gatal dan kepala boleh geleng-geleng. Harian ini kemarin melansir berita tentang setoran ke Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kalimantan Tengah. Pengakuan Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Nuril Huda, patut diacungi jempol. Dengan polos dia mengakui, setahun lalu telah meminta uang kepada seorang pengacara yang sedang mengurus perkara kliennya.  Nuril meminta Rp30 juta. Tetapi klien pengacara tadi hanya memberi  Rp20 juta.
 
Dengan tanpa canggung Nuril berkilah, uang tersebut tidak dia pakai untuk kepentingan pribadi. Tetapi uang itu dia setor ke Panitia Peresmian Pengadilan Tinggi (PT) Tipikor Kalimantan Tengah di Palangkaraya. Sungguh kepolosan Nuril menampar muka institusi pembasmi korupsi itu.  Sungguh keluguan Nuril mengakui bahwa institusi hukum tidak cukup anggaran untuk menggelar hajat. Maka, dikerahkanlah seluruh Pengadilan Negeri yang ada di provinsi ini untuk mencari sumbangan.
 
Sebenarnya siapapun mafhum, untuk menggelar hajat institusi pemerintah lazim meminta sumbangan ke para pelaku usaha swasta. Padahal, dalam mengelola anggaran Negara ada dalil yang jelas. Yaitu tidak boleh ada double cover anggaran. Artinya, satu mata acara atau proyek, tidak boleh dibiayai dengan dua pos anggaran.
 
Pertanyaannya, mengapa pejabat Pengadilan Negeri diminta gerilya mencari dana? Sudah pasti ada ketidakberesan. Di mana ketidakberesannya? Panitia Peresmian PT Tipikor itu sendiri yang tahu! 
 
Celakanya, dari kenyataan yang terjadi di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, dana itu dipungut dari orang yang berperkara. Dan patut diduga, hal serupa juga terjadi di pengadilan negeri lain di wilayah Kalteng.

Jika pengakuan Nuril ini benar, inilah skandal kedua yang terjadi di Pangkalan Bun. Sebelumnya, skandal yang sama menimpa Kejaksaan Negeri.  
 
Jelaslah, ini bahaya bagi para jaksa dan hakim tindak pidana korupsi.  Sudah pasti, proses penyidikan masuk angin. Penuntutan kembung. Pertimbangan hukum para hakim bisa lancung. Palu hakim bisa bengkok. Akibatnya, putusan pun sumbang.


EmoticonEmoticon

Popular Post