Tuesday, August 25, 2009

Jual Pentol Beli Tanah, Jual Tanah Beli Pentol

Hari ini saya melakukan perjalanan dengan motor ke kota Kabupaten terdekat. Kota Nangabulik (meskipun lebih pas disebut desa) ibukota dari Kabupaten Lamandau. Meskipun Bulan Ramadhan banyak penjual makanan yang berseliweran maupun warung yang masih buka. Maklum disini jumlahnya berimbang antara muslim dan non muslim. Justru menurut saya, inilah puasa yang baik. Puasa yang adil bagi semua. Jangan berpikiran sempit, dengan dalih menghormati orang yang berpuasa warung-warung harus tutup. Padahal para pedagang justru sangat berharap masih bisa memperoleh penghasilan sebagai modal untuk marayakan lebaran bersama keluarga.

Di sepanjang perjalanan menuju Kantor Bupati. Ada satu hal yang menarik perhatian saya. Di sepanjang jalan, saya berpapasan dengan banyak sekali penjual pentol (cilok kalau bahasa di kampung saya). Lebih dari lima motor dengan keranjang bambu di boncengannya (sayang sekali saya tidak membawa kamera). Di sebelah kanan keranjang diletakkan sebuah baskom yang mengepulkan uap dari sela-sela tutupnya. Sedangkan di sebelah kirinya, sebuah termos es besar berisi es batu. Diantara keduanya terdapat sebuah kotak kayu yang berisi 2 botol sirup dan 2 lodong plastik saus tomat dan saus sambal.

Penjual Pentol--Seorang penjual pentol sedang mengayuh sepedanya di jalanan Kota Jakarta. Di Kabupaten Lamandau, Kalteng, banyak penjual pentol yang sukses dan bertransformasi menjadi orang kaya baru dengan berkebun sawit dan karet.

Banyak sekali penjual pentol di daerah ini. Tertarik profesi lama sebagai pencari berita, saya pun mendatangi tiga orang penjual pentol yang sedang beristirahat di sebuah warung pinggir jalan. Setelah permisi kepada yang punya warung (otomatis saya tidak membeli karena hari puasa) untuk sekedar beristirahat. Kemudian saya pun memulai obrolan dengan menanyakan asal mereka. Ketiganya ternyata berasal dari Jawa. Satu orang transmigran dan dua lainnya murni perantau dari Jawa (yang kini sudah menetap di Kabupaten ini).

Saya tertarik menanyakan mengenai keuntungan dari perdagangan mereka. Betapa kagetnya saya tatkala mendengar bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan bersih seratus sampai tiga ratus ribu. Sampai saat ini, menurut pengakuan mereka, sangat jarang mereka membawa balik dagangan mereka alias selalu habis terjual. Masyarakat yang konsumtif menjadi sasaran empuk bagi para pedagang ini. Seorang penjual yang merupakan perantauan mengatakan bahwa dia dulu juga berdagang pentol di Surabaya. Tapi hasilnya kurang bisa memenuhi kebutuhan. Mendengar seorang saudaranya yang transmigran bahwa barang dagangan pentol ini sangat laku di Lamandau maka ia pun hijrah dari Jawa ke Lamandau.

Setiap hari mereka berkeliling dari satu kampung ke kampung lain menjajakan pentolnya. Mereka justru menempatkan desa transmigran di urutan terakhir dari kunjungan harian mereka. Alasannya bisa ditebak, kalau orang transmigran hampir mirip di Surabaya dan daerah Jawa lainnya. Mikir sampai seribu kali hanya untuk membeli pentol. Itulah mengapa mereka menjelajahi kota yang lebih majemuk masyarakatnya. Terlepas dari semua cerita di atas, ada satu hal yang cukup menarik. Kerja sebagai penjual pentol adalah sambilan saja daripada menganggur, karena dalam adat Jawa yang paling kuno sekalipun menganggur itu hal yang tidak baik.

Setelah satu per satu bercerita, makin tercenganglah saya. Ada penjual yang punya sebuah yang truk dan sekarang ia ikutkan ke perusahaan kelapa sawit. Hasil dari truk tersebut lima jutaan sebulannya. Lalu penjual yang satunya lagi, mempunyai dua kapling sawit plasma yang hasilnya saat ini masih sedikit masing-masing kapling tiga jutaan, dan terakhir penjual yang suka membeli tanah. Warga asli kalimantan terkenal mempunyai kepemilikan tanah yang luas, itulah sasaran dia. Sambil berdagang pentol dia bertanya ke pelanggannya, apakah ada orang yang menjual tanah? Setelah itu dia beli. Meskipun tanah kosong, saat ini tanah yang ia miliki sampai dua puluhan hektar. Ia membeli secara bertahap, satu hektar, dua hektar dst.

Saya jadi begitu kecil di hadapan perantau-perantau hebat ini. Semangat juang mereka begitu tinggi. Motivasi hidup mereka begitu kuat saat memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka dengan tekad kuat untuk merubah hidup. Mereka juga bercerita banyak tetangganya yang berjualan sayur dan berjualan baju. Tetangganya itu lebih sukses dari mereka. Terkadang kita begitu remeh memandang pekerjaan seperti penjual pentol keliling, penjual sayur keliling dll Namun di balik itu semua, ketika kita bisa memilih tempat usaha yang tepat maka hasilnya sangat luar biasa. Sampai-sampai ada anekdot yang sudah umum di kalangan masyarakat,”Mereka Jual Pentol Untuk Beli Lahan, Kami Jual Lahan Untuk Beli Pentol.”

Terakhir, untuk masyarakat yang saat ini berjejal-jejal di Ibukota Jakarta (JABODETABEK) menurut saya lebih baik kalian semua pergi ke Kalimantan. Silahkan pilih Kalimantan sebelah mana. Di sini masih banyak peluang untuk berusaha. Jangan terlena dengan keramaian dan kegelamoran Jakarta. Kalimantan lahan masih luas, lahan masih murah, usaha belum banyak saingan, berbondong-bondonglah pindah dari Jakarta yang berjejal-jejal, Surabaya yang pengap, Semarang yang sumpek, dll. Welcome to BORNEO.....

6 comments

Walah bakul penthol aja bisa kaya raya di Kalimantan. Klo begitu bisa pikir-pikir untuk jualan komputer di kalimantan. Sukses Bro...

salut pak artikel nya. memang seharusnya masyarakat indonesia memanfaatkan segala potensi yang terdapat pada daerah nya tersebut.

@Bedel Net:Klo langsung komputernya dijual yo rugi, mending buat kursusnya laku kerasss habis itu baru komputer n lap topnya nyusul
@Pak Agus: ya Pak kadang kita masih terpaku pada JAKARTA sebagai satu2nya tempat cari rejeki bagi kebanyakan warga negara kita. Orang seluruh Indonesia kok kumpul di DKI sesak sumpek macet

sip mas,, makasih atas ceritanya,,

@Aan: kapan nyusul ke Kalimantan? byk peluang disini, asal ulet dan rajin berusaha

Motivasi buat yang bca..
Thanxz..


EmoticonEmoticon