Saat ini, kita memasuki e-commerce yang sesungguhnya. Jika di era 2000-an, orang-orang baru sekedar wacana. Pmbelian barang secara online baru diakses orang-orang tertentu dan rata-rata dari situs market place luar negeri.
Kala itu, para pembeli rata-rata orang berduit dan melek teknologi, sama pencuri kartu kredit atau pelaku carding. Nah, saat ini banyak orang-orang yang full time berbisnis online. Tidak tanggung-tanggung, omzetnya pun ratusan juta dengan keuntungan bersih antara Rp10-50 juta sebulan.
Mayoritas penjual online adalah seorang dropshiper. Apa itu? Dropship adalah sebuah metode jual beli online di mana penjual tidak melakukan stok barang ataupun proses pengiriman. Dalam sistem ini, akan sangat dibutuhkan seorang supplier sebagai pemasok barang.
Uniknya, para dropshiper ini bisa saling mengisi. Mereka biasanya nongkrong di tiga market place besar Tokopedia, Bukalapak dan Shopee. Nah, saling mengisi ini contohnya si A dagang baju gamis wanita, si B dagang jilbab. Lalu, si A copy gambar si B (sekarang bisa massal dengan software imacros dll di-scrap namanya).
Jadilah, si A suplayer bagi si B untuk baju gamis, dan si B jadi suplayer si A untuk jilbab. Lalu, sistem pun berjalan dan saling menguntungkan. Lalu, seperti apa tipe pedagang idiot di era seperti ini.
1. Pedagang yang memasak water mark (tanda air) di foto dagangan.
Ini merupakan kebodohan pertama yang sangat fatal. Pasalnya, dengan memasang water mark tulisan tokonya di foto barang dagangannya, pedagang tipe ini telah membuang kesempatan barangnya untuk lebih cepat laku.
Sebab, ia bakal mempunyai ratusan sales gratisan ya para dropshiper itu. Jika ada water mark tentu sistem ini tidak bisa berjalan. Pedagang seperti ini menutup jalan rezekinya sendiri,
2. Pedagang yang tidak bisa jaga komitmen
Dalam sistem dropship harus ada komitmen dari suplayer agar menuliskan nama dan no HP dropshiper pada saat pengiriman barang. Bahkan, di semua market place sudah ada form untuk diisi bagi dropshiper,
Namun, ada beberapa pedagang yang mencoba curang. Dengan alasan lupa, mereka menulis nama toko dan no HP-nya sendiri dengan harapan pada order kedua nanti langsung ke dia. Toh harga dia lebih murah daripada dropshiper.
Namun apa lacur? ternyata hampir semua dropshiper yang pernah mengalami ini, pembelinya justru simpati pada si dropshiper dan menganggap si suplayer sebagai monster jahat yang harus menjadi musuh bersama. Akhirnya sistem drophsip tetap berjalan.
3. Penjual yang marah saat foto barang dagangannya dijual di lapak dropshiper
Ini kadar idiot yang paling rendah. Namun perlu dikritisi karena kadang menghabiskan energi saat melayani celotehan mereka. Padahal, logika bodoh saja, jika toh barang itu diorder di lapak dropshiper ujung-ujungnya juga belinya di pedagang awal tadi sebagai suplayer.
Jadi mendingan kalau ada idiot tipe tiga ini, tidak usah dilayani. Jadikan saja barangnya sebagai pemancing buyer datang. Seperti lilin lebah untuk mengundang lebah.
Contohnya begini, ada baju gamis yang bagus pasang di lapak, setiap orang order bilang habis tawari gamis yang lain. Jadi dagangan si cerewet ini ga laku-laku karena ga kita ambil dan kita ambil di suplayer lain.
Ada juga laptop spek tinggi misal core i7, RAM 16GB, VGA dobel intel HD sama Nvidia. Nah pasang di lapak, setiap ada orang tanya bilang habis tawari laptop lain yang sejenis atau sesuai budget buyer atau suruh lihat-lihat laptop lain di lapak kita.
Kalau dia si penjual asli yang cerewet tanya, kan itu cuma cacing umpan buat mancing idiot! Kamu rugi apa?!
EmoticonEmoticon