DUA negara yang melakoni laga pamungkas di group C benar-benar menunjukkan sportifitas sepakbola. Betapa tidak, ditengah tudingan kepada kedua tim yang ditengarai akan main mata. Keduanya justru tampil habis-habisan dan saling serang.
Sebenarnya kedua tim hanya perlu hasil seri untuk lolos dar fase group sekaligus memaksa tim Italia angkat koper dari perhelatan Euro 2012. Namun kedua tim memastikan hal itu tidak terjadi. Fernando "El Nino" Torres menyatakan pihak-pihak yang menuduh kedua tim akan bermain mata sungguh tidak beralasan. Hal itu, kata dia, sama saja dengan merendahkan martabat tim Spanyol dan Kroasia.
Menurut Torres, pengalaman menyakitkan yang dialami tim Rusia telah menjadi pelajaran bagi semua tim yang berlaga di Euro 2012. Kemenangan di partai terakhir fase group merupakan poin penting yang harus diraih. Alih-alih butuh hasil imbang saja untuk lolos dari fase group, Rusia justru kalah dari Yunani. Rusia yang digadang-gadang lolos sebagai juara group A harus pulang lebih awal. "Berbicara tentang pengaturan skor, berarti tidak menghormati Spanyol dan juga Kroasia. Kami paham dengan kekuatan Kroasia dan bagaimana mereka bermain. Kami rasa kami bisa memainkan permainan kami melawan mereka dan meraih kemenangan, tetapi kami tetap menghormati Kroasia, karena Rusia hanya kemasukan satu gol lalu tersingkir."
Hal senada diungkapkan Pelatih Kroasia, Slaven Bilic, pihaknya membantah tudingan timnya akan 'main mata' dengan Spanyol dalam laga terakhir penyisihan grup C.
Jika pertandingan berakhir imbang 2-2, maka Kroasia dan Spanyol akan sama-sama lolos. Italia akan tersingkir meskipun sanggup menang melawan Republik Irlandia.
"Kami tak akan mengambil pilihan seperti ini untuk pertimbangan. Tak akan pernah! Main mata adalah penghinaan bagi saya, pemain, dan negara saya. Kami orang Kroasia dan kami bangga," tutur Bilic pada La Gazzetta dello Sport.
"Di lain pihak, hasil 2-2 sama seperti kemenangan atau kekalahan. Saya benci posisi Italia sekarang. Mereka harus mengalahkan Irlandia dan itu tak akan diberikan. Tak ada yang ingin pulang dengan tiga kekalahan," tambahnya.
Mursyid Efendi: Tragedi Piala Tiger 1998
Partai yang berlangsung antara dua tim yang sama-sama tidak ingin menang pernah terjadi pada perhelatan Piala Tiger 1998. Kejuaraan sepakbola antar negara-negara asia tenggara itu menyisakan tragedi terburuk sepanjang sejarah sepakbola dua negara yakni Thailand dan Indonesia.
Pada pertandingan terakhir penyisihan Group A antara Thailand dan Indonesia, kedua tim berusaha mencegah pertemuan melawan tuan rumah Vietnam di semi-final Piala Tiger 1998. Kedua tim sudah dipastikan lolos ke semi-final, tetapi hasil imbang saja sudah cukup bagi Thailand untuk menempati posisi runner-up dan terhindar dari laga melawan Vietnam. Ketidakseriusan memuncak usai jeda. Indonesia memimpin dua kali sebelum selalu disamakan Thailand. Puncaknya, pada menit ke-90 Pemain belakang Indonesia, Mursyid Effendi sengaja membuat gol bunuh diri supaya Indonesia kalah, diikuti dengan selebrasi tepuk tangan yang menodai sportifitas dalam sepakbola.
Thailand menang 3-2 dan berhadapan dengan Vietnam di semi-final. Thailand akhirnya tersingkir oleh Vietnam, tapi Indonesia pun ditaklukkan Singapura yang kemudian menjuarai turnamen paling gengsi di ASEAN ini. Baik Thailand maupun Indonesia akhirnya didenda.
Ketua Umum PSSI Azwar Anas menyambut kepulangan timnas di bandara dan sambil berlinang air mata menyatakan pengunduran diri karena insiden memalukan itu.
Mursyid Efendi sebagai biang keladi insiden memalukan itu mendapat skorsing berat dari FIFA. Awalnya, Musyid dilarang bermain sepakbola profesional baik klub maupun timnas seumur hidup. Akhirnya, dengan alasan kemanusiaan, ia hanya dilarang bermain untuk timnas saja.
Hal itu telah mencoreng sepakbola Indonesia dan memasukkannya sebagai gol kedua dari delapan gol bunuh diri terburuk sepanjang masa. Mengapa pemain Indonesia tidak mengambil kesempatan? Mumpung Thailand sedang tidak ingin menang, lesakkan saja 10 gol. Tentu akan dicatat dengan tinta emas di buku rekor persepakbolaan ASEAN bahkan dunia. Paling tidak menang dengan selisih 7 gol untuk membalas Thailand yang pernah mempermalukan Indonesia dengan skor 0-7, SEA Games 1985 kala mereka menjadi tuan rumah. Semoga generasi sepakbola Indonesia lebih baik lagi dan tidak meniru tindakan timnas di Piala Tiger 1998. (KS)
Sebenarnya kedua tim hanya perlu hasil seri untuk lolos dar fase group sekaligus memaksa tim Italia angkat koper dari perhelatan Euro 2012. Namun kedua tim memastikan hal itu tidak terjadi. Fernando "El Nino" Torres menyatakan pihak-pihak yang menuduh kedua tim akan bermain mata sungguh tidak beralasan. Hal itu, kata dia, sama saja dengan merendahkan martabat tim Spanyol dan Kroasia.
Menurut Torres, pengalaman menyakitkan yang dialami tim Rusia telah menjadi pelajaran bagi semua tim yang berlaga di Euro 2012. Kemenangan di partai terakhir fase group merupakan poin penting yang harus diraih. Alih-alih butuh hasil imbang saja untuk lolos dari fase group, Rusia justru kalah dari Yunani. Rusia yang digadang-gadang lolos sebagai juara group A harus pulang lebih awal. "Berbicara tentang pengaturan skor, berarti tidak menghormati Spanyol dan juga Kroasia. Kami paham dengan kekuatan Kroasia dan bagaimana mereka bermain. Kami rasa kami bisa memainkan permainan kami melawan mereka dan meraih kemenangan, tetapi kami tetap menghormati Kroasia, karena Rusia hanya kemasukan satu gol lalu tersingkir."
Fernando Torres Bersama istri dan bayinya
Hal senada diungkapkan Pelatih Kroasia, Slaven Bilic, pihaknya membantah tudingan timnya akan 'main mata' dengan Spanyol dalam laga terakhir penyisihan grup C.
Jika pertandingan berakhir imbang 2-2, maka Kroasia dan Spanyol akan sama-sama lolos. Italia akan tersingkir meskipun sanggup menang melawan Republik Irlandia.
"Kami tak akan mengambil pilihan seperti ini untuk pertimbangan. Tak akan pernah! Main mata adalah penghinaan bagi saya, pemain, dan negara saya. Kami orang Kroasia dan kami bangga," tutur Bilic pada La Gazzetta dello Sport.
"Di lain pihak, hasil 2-2 sama seperti kemenangan atau kekalahan. Saya benci posisi Italia sekarang. Mereka harus mengalahkan Irlandia dan itu tak akan diberikan. Tak ada yang ingin pulang dengan tiga kekalahan," tambahnya.
Mursyid Efendi: Tragedi Piala Tiger 1998
Partai yang berlangsung antara dua tim yang sama-sama tidak ingin menang pernah terjadi pada perhelatan Piala Tiger 1998. Kejuaraan sepakbola antar negara-negara asia tenggara itu menyisakan tragedi terburuk sepanjang sejarah sepakbola dua negara yakni Thailand dan Indonesia.
Pada pertandingan terakhir penyisihan Group A antara Thailand dan Indonesia, kedua tim berusaha mencegah pertemuan melawan tuan rumah Vietnam di semi-final Piala Tiger 1998. Kedua tim sudah dipastikan lolos ke semi-final, tetapi hasil imbang saja sudah cukup bagi Thailand untuk menempati posisi runner-up dan terhindar dari laga melawan Vietnam. Ketidakseriusan memuncak usai jeda. Indonesia memimpin dua kali sebelum selalu disamakan Thailand. Puncaknya, pada menit ke-90 Pemain belakang Indonesia, Mursyid Effendi sengaja membuat gol bunuh diri supaya Indonesia kalah, diikuti dengan selebrasi tepuk tangan yang menodai sportifitas dalam sepakbola.
Thailand menang 3-2 dan berhadapan dengan Vietnam di semi-final. Thailand akhirnya tersingkir oleh Vietnam, tapi Indonesia pun ditaklukkan Singapura yang kemudian menjuarai turnamen paling gengsi di ASEAN ini. Baik Thailand maupun Indonesia akhirnya didenda.
Ketua Umum PSSI Azwar Anas menyambut kepulangan timnas di bandara dan sambil berlinang air mata menyatakan pengunduran diri karena insiden memalukan itu.
Mursyid Efendi sebagai biang keladi insiden memalukan itu mendapat skorsing berat dari FIFA. Awalnya, Musyid dilarang bermain sepakbola profesional baik klub maupun timnas seumur hidup. Akhirnya, dengan alasan kemanusiaan, ia hanya dilarang bermain untuk timnas saja.
Hal itu telah mencoreng sepakbola Indonesia dan memasukkannya sebagai gol kedua dari delapan gol bunuh diri terburuk sepanjang masa. Mengapa pemain Indonesia tidak mengambil kesempatan? Mumpung Thailand sedang tidak ingin menang, lesakkan saja 10 gol. Tentu akan dicatat dengan tinta emas di buku rekor persepakbolaan ASEAN bahkan dunia. Paling tidak menang dengan selisih 7 gol untuk membalas Thailand yang pernah mempermalukan Indonesia dengan skor 0-7, SEA Games 1985 kala mereka menjadi tuan rumah. Semoga generasi sepakbola Indonesia lebih baik lagi dan tidak meniru tindakan timnas di Piala Tiger 1998. (KS)
EmoticonEmoticon