Thursday, September 23, 2010

Pro Kontra Tawasul Sebagai Sarana Untuk Berdoa.

Tawasul atau wasilah sangat akrab di kalangan masyarakat NU. Bagi saya yang berasal dari Jawa Timur tentu saja sudah sejak kecil mengenal tawasul ini. Di masjid tempat saya mengaji ketika masih kanak-kanak pun sehabis sholat pasti ada Tawasul dalam wirid ba’da Sholatnya. Untuk bacaan Tawasul standar dapat dilihat di sini.

Meskipun budaya ini sudah mengakar dan mendarah daging di kalangan masyarakat kita. Namun ada beberapa golongan dari kaum muslimin yang melarang adanya tawasul bahkan meng-HARAM-kannya (wis koyo Gusti Allah yo Cak? Iso mengharamkan sesuatu). Sebenarnya jika kita telaah lebih lanjut, hanya ada satu golongan yang mengharamkan tawasul ini, yakni kaum wahabi pengikut Ibnu Taimiyah. Ciri khasnya selain berpakaian ala Arab mereka juga selalu menyebut kata “Bid’ah, Dholalah, Nar,” dalam setiap khutbah Jum’at yang mereka bawakan.

Kelebihan golongan ini selain ahli ibadah, mereka juga sangat berhati-hati dalam setiap aktivitasnya. Mereka selalu menjaga agar apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang benar-benar shahih dan tidak abu-abu. Namun kejelekannya, mereka sangat tertutup dan terkesan “kurang ramah” bahkan untuk ibadah yang paling ringan “tersenyum” kepada sesame muslim saja susahnya bukan main (klo istilah Ki Kandil Sasmita ya kemana-mana kayak kebelet ngising Cak, nyuntrut terus).

Menurut kaum Wahabi seseorang yang telah wafat sudah tidak bisa lagi memberikan dampak apa-apa terhadap kita. Kaum Wahabi bahkan melarang ziarah kubur dan pernah akan membongkar kubur Nabi Muhammad SAW. Kisah mengenai Wahabi bisa dilihat di sini. Banyak yang meyakini Wahabi merupakan bentukan dari Agen barat (Inggris dan Perancis) untuk menghancurkan Islam dari dalam. Namun sekarang menjadi boomerang karena Usamah Bin Laden diyakini sebagai penganut Wahabi.

Kembali lagi ke masalah Tawasul dan haram berziarah kubur, berikut ini ada sebuah cerita mengenai Sahabat Bilal r.a. Abu Darda' dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Suatu saat, Bilal (al-Habsyi) bermimpi bertemu dengan Rasulallah. Beliau bersabda kepada Bilal: ‘Wahai Bilal, ada apa gerangan dengan ketidak perhatianmu ( jafa' )? Apakah belum datang saatnya engkau menziarahiku?'. Selepas itu, dengan perasaan sedih, Bilal segera terbangun dari tidurnya dan bergegas mengendarai tunggangannya menuju ke Madinah. Lalu Bilal mendatangi kubur Nabi sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas pusara Rasul. Selang beberapa lama, Hasan dan Husein (cucu Rasulallah) datang. Kemudian Bilal mendekap dan mencium keduanya”. (Tarikh Damsyiq jilid 7 Halaman: 137, Usud al-Ghabah karya Ibnu Hajar jilid: 1 Halaman: 208, Tahdzibul Kamal jilid: 4 Halaman: 289, dan Siar A'lam an-Nubala' karya Adz-Dzahabi Jilid: 1 Halaman 358).

Bilal menganggap ungkapan Rasulallah saw. dalam mimpinya sebagai teguran dari beliau saw., padahal secara dhohir beliau saw. telah wafat. Jika tidak demikian, mengapa sahabat Bilal datang jauh-jauh dari Syam (Syiria) menuju Madinah untuk menziarahi Rasulallah saw.? (Pakai Unta lho Cak! Pakai motor atau mobil saja capek kalau dilihat dari Kilometernya di Peta wekekek). Kalau Rasulallah benar-benar telah wafat ? sebagaimana anggapan madzhab Wahabi bahwa yang telah wafat itu sudah tiada ? maka Bilal tidak perlu menghiraukan teguran Rasulallah itu.

Apa yang dilakukan sahabat Bilal juga bisa dijadikan dalil atas ketidakbenaran paham Wahabisme –pemahaman Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahhab– tentang pelarangan bepergian untuk ziarah kubur sebagaimana yang mereka pahami tentang hadits Syaddur Rihal. Apakah Bilal khusus datang jauh-jauh dari Syam hanya sekedar berziarah dan memeluk pusara Rasulallah saw. tanpa mengatakan apapun (tawassul) kepada penghuni kubur tersebut?

Tawasul sebenarnya sudah ada semenjak awal manusia itu ada. Bapak kita, Nabi Adam AS ketika diturunkan ke bumi dan dilucuti segala kemewahan surga yang ada padanya serta dipisahkan dari Ibu kita, Siti Hawa. Beliau berdoa dengan Tawasul. Bagaimana tawasulnya? tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman. Untuk pembahasan secara berimbang hukum tawasul sendiri dibahas di sini.

Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah.

Sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum. Saya sendiri yang mengamalkan tawasul sebagai wirid sehari-hari tetap menganggap hal tersebut diperbolehkan. Baca juga tulisan mengenai tawasul di sini dan ikuti link-link yang ada seperti Tawasul dalam Hadits dan Tawasul dalam Al Quran. Tawasulnya Nabi Yusuf AS saat tercebur ke sumur, Nabi Adam AS saat diturunkan ke Bumi, Tawasulnya para sahabat saat meminta hujan dll. Semoga perbedaan pendapat ini tidak menjadikan kita terpecah belah, dan jika dengan Tawasul itu mendatangkan karomah bagi anda semua janganlah merasa sombong karena kehebatan, linuwih, dan kedigdayaan yang anda dapat semata-mata karena Allah SWT dan bukan karena manusia yang anda Tawasul-i. Sebagai penutup silahkan Anda mengamalkan sholawat yang biasa diucapkan Syaikh Abdul Qodir Al Jailani ini insya allah bermanfaat untuk semua hajat. Demikian jika ada kebenaran datangnya dari Allah SWT jika ada kesalahan datang dari diri pribadi saya. Waallahu alam.


EmoticonEmoticon