Pada tanggal 1 April 2010 pukul 22.00 WIB saya mendapat telpon dari kampung, jauh di ujung sana Ayah saya mengatakan bahwa Nenek saya sedang sakaratul maut. Kemudian saya bersama Ibu, Ayah dan Adik mentalkin beliau untuk mengucapkan “Laaillaha Illa Allah”. Nenek saya pun wafat malam itu. Saya pun harus pulang ke Jawa secara mendadak dengan segala keterbatasan yang ada.
Express Air
Besok paginya, kantor libur saya ijin melalui telpon dengan beberapa pimpinan dan langsung pulang ke Pangkalan Bun. Saya pun langsung mencari tiket pesawat yang melayani penerbangan rute Pangkalan Bun – Semarang. Wah, tidak disangka kantor yang dulu ditempati Riau Airlines saat ini ditempati oleh maskapai baru namanya Express Air. Saya ambil cuti dari hari minggu sampai tembus hari minggu berikutnya. Untunglah, saya mendapat harga miring karena masih promosi PKN – SRG Rp. 550.000,- dan baliknya SRG – PKN Rp. 450.000,-. Harga tiket rata-rata rute PKN – SRG berkisar 700-an ribu.
Pada hari minggu saya pun berangkat ke Bandara Iskandar pagi-pagi karena rumah yang saya tempati bersama istri jauh di kecamatan. Pesawat yang saya tumpangi datang tepat waktu (soal e aku pernah pesawat dari PKN – JKT ki jadwal jam 15.00 delay sampai jam 21.00). Begitu naik ke pesawat, suasananya sangat berbeda. Pelayanan yang sangat ramah, dan satu yang penting pramugarinya tidak hanya sopan di mulut tapi pakaian mereka pun rapi dan sopan. Setelah take off, para penumpang dibagi segelas air mineral dan “Roti Burger” isi daging yang berukuran lumayan besar. Wah, lumayan ini. Sudah jarang saat ini naik pesawat ekonomi dibagi makanan seenak ini. Biasanya jika ada paling segelas air mineral.
Ojek dan Taxi Non Bandara
Perjalanan ditempuh dalam waktu 45 menit normal dan alhamdulilah normal penerbangan 45 menit sudah landing di Bandara Ahmad Yani Semarang. Satu masalah besar yang menghantui bagi para Backpacker, Bandara ini tidak memiliki angkutan khusus bandara seperti di Surabaya atau Jakarta (Jika ada DAMRI khusus biasanya cukup dengan Rp. 10.000,- kita sudah bisa sampai di terminal pemberhentian bis antar kota). Pilihannya hanya taxi bandara yang dalam kota tarifnya Rp. 50.000,- dan luar kota menyesuaikan jaraknya (waduh remuk Cak! Aneh banget padahal ibukota propinsi Jawa Tengah wekekek, untuk kawan blogger yang dekat dengan Pemkot Semarang, cepat diusulkan atau kita tulis saja ramai-ramai di blog dan koran biar terbaca sama birokrat He3x).
Awalnya saya ingin mengikuti saran teman kantor saya yang pernah tinggal dan kuliah di Semarang. Yakni berjalan dari pintu kedatangan ke pintu keberangkatan lalu mencegat taxi non bandara yang baru menurunkan penumpang dari luar. Cara seperti ini bisa menghemat separuh, cukup dengan Rp. 25.000,- kita sudah bisa ke tempat mangkalnya bis jurusan Solo. Rupanya, cara ini samasekali tidak bisa dilakukan karena hari sudah sore, jarang sekali taxi luar yang mengantar penumpang. Saya pun tak kurang akal, saya naik becak Rp. 10.000,- keluar sampai bundaran pintu masuk bandara dan bertemulah saya dengan Pak Akhmad Ojek. Cukup dengan Rp. 20.000,- saya diantar ke tempat berhentinya bis patas menuju kota Solo. Tak lupa saya pun meminta nomor HP tukang ojek yang baik hati itu (bahasa tutur katanya bagus banget Cak! Apa karena aku wong Jatim yo? Jadi ketoke halus).
Bis Patas Sopir Ekonomi
Lalu saya pun diturunkan di perempatan tempat Bis jurusan ke Solo mangkal. Setelah berbasa-basi dan bertukar nomor HP saya pun naik Bis PO. Safari. Entah karena macetnya jalanan atau sopirnya yang kurang cakap. Perjalanan dari Semarang ke Solo ditempuh dalam waktu 4 jam (wadew padahal baliknya pake PO. New Ismo cepat banget kurang dari tiga jam).
Turun di Terminal Tirtonadi Solo awalnya saya ingin mengenang masa kuliah dengan naik Bis F1 Sumber Kencono. Namun setelah saya perhatikan ada Bis MIRA AC, PATAS tapi tarifnya biasa. Di dalam bis hal yang pertama kali saya tanyakan adalah apakah bis SBY – JGJ sudah boleh ambil penumpang di jalur SRAGEN – JOGJA? Dan jawabannya tidak. Saya jadi heran, terus apa gunanya trayek? Trayek SBY – JGJ kok ambil penumpang dari mulai dari Sragen tidak boleh. (Masalahnya bis-bis yang jurusan Sragen-Solo-Jogja rata-rata sangat amat tidak nyaman sekali dinaiki. Sudah kaleng rombeng, copet dan pengamennya ampun dech. Jadi kalah jauh dengan Bis Jawatimuran Cak He3x).
Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam saya pun sampai di Kota Ngawi tercinta (Keraton Ngawi Hadiningrat Cak!) yang sedang dipenuhi oleh poster pada kandidat pasangan yang akan mengikuti pilkada. Adik saya, menjemput dan kami pun pulang ke kampung kami. Pendekar Gunung Lawu kembali ke padepokan. Sampai di rumah perasaan haru dan sedih bercampur menjadi satu. (Mbah Edok selamat jalan semoga Allah SWT mengampuni segala dosa dan ditempatkan di tempat yang mulia di sisi-Nya, amiin).
6 comments
Wah turut berduka, tapi asik juga perjalannya ...
info nya bagus. mampir ke blog sederhana ku kalo sempat. thnks b4
http://share-my-link.blogspot.com
@sofie: makasih Sof, ya transport masih terbilang mahal di negeri kita he3x @Newbie: oke Bro
hello... hapi blogging... have a nice day! just visiting here....
turut berbela sungkawa om...eh..btw bus ismo itu dari mbaturetno loh pak,...py kapan kw mampir di ndalem suyatnan lagi (omahe pak yatno maksute), bapakku kadang nanyain kowe dimana sekarang....salam
Tahun ini terakhir saya pernah jalan kaki (bukan naik becak) sampai luar bandara, terus ketemu ojek. Tapi ongkosnya jadi Rp 30.000 ke pangkalan bis Semarang - Solo :-)
EmoticonEmoticon