Kita menutup tahun 2010 dengan kenangan pahit kegagalan timnas menjadi jawara di AFF Suzuki Cup. Bukan bermaksud mengangkat etnis Gan, Ane ingin menulis ini karena benar-benar rindu ada pemain Maluku di Tim Nasional Indonesia. Ane sendiri adalah Wong Jowo asli alias Jawa totok. Ane menulis ini karena perasaan yang campur aduk antara heran, bingung, aneh.
Selama ini pemain yang berasal/keturunan Maluku mempunyai tempat tersendiri di dunia sepakbola bahkan secara internasional. Sebut saja Giovanni Christiaan van Bronckhorst, Denny Domingoes Landzaat, Demy de Zeeuw, Wilfred Bouma, dll belum lagi pemain yang sudah hampir pensiun seperti Bobby Peta, Ignacio Tuhuteru, Lucien Sahetapy dll selengkapnya bisa dilihat disini Gan. Timnas kita terakhir punya Jong Ambon bernama Rocky Putiray. Seorang striker eksentrik yang menjadi tandem Kurniawan Dwi Yulianto pada masanya. Setelah itu, hampir tidak pernah kita lihat lagi wajah Maluku di Timnas. Apa yang terjadi? Apakah tidak terpantau?
Uniknya dengan bakat yang begitu besar, tidak satu pun klub dari Maluku yang ikut bertanding di Indonesian Super League (ISL) atau pun di Liga Primer Indonesia (LPI). Padahal kalau kita mau jalan-jalan di pedesaan Maluku saja, akan banyak kita temui anak-anak yang bermain bola dengan skill tingkat tinggi. Bahkan legenda Ajax Amsterdam yang juga anggota Timnas Belanda tahun 70-an, Simon Tahamata pada waktu pulang kampung beberapa bulan lalu juga sangat sedih dengan hal ini. Bagaimana perhatian PSSI terhadap Maluku? Legenda Ajax ini pernah dicekal di masa lalu oleh Ali Sadikin.
Pantauan hanya terpusat pada pemain yang berlaga di level klub-klub di divisi utama. Klub yang berperan mencari pemain berbakat juga seolah tidak menyentuh area Maluku. Jika di Papua ada Persiwa Waimena dan Persipura Jayapura. Di Maluku, benar-benar tidak ada satu pun klub yang muncul di level liga nasional. Daerah lain yang cukup parah adalah, Nusa Tenggara (NTB dan NTT). Tidak ada satu pun wakil mereka di pentas nasional. Mungkin, di antara mereka banyak sekali pemain berbakat dengan stamina kuda yang tidak terpantau.
Kok hanya Kalimantan Timur?!
Masalah sepakbola memang unik, bukan hanya masalah hobi namun bagaimana mengolah sepakbola menjadi industri yang menguntungkan. Kita bisa ambil contoh yang paling nyata, Pulau Kalimantan yang begitu luas, hanya Kalimantan Timur yang ada geliat sepakbolanya. Klub-klub seperti Persisam Samarinda, PKT Bontang, Persiba Balikpapan dan Mitra Kukar Kutai Kartanegara. Sedangkan propinsi yang lain tidak punya satu pun klub sepakbola yang berlaga di level nasional. Dahulu, di Kalimantan Selatan pernah ada klub besar yang cukup diperhitungkan Barito Putera namun sekarang tidak pernah terdengar lagi kabarnya.
Pantaslah, ada sebuah SMS yang dikirim seorang kawan dan diharapkan ditayangkan di running text pada saat siaran langsung ISL di sebuah TV Swasta bunyinya, “......(nama klub) hanya milik Kaltim, untuk Kalsel, Kalteng, Kalbar buat klub dong.” Mungkin si empunya HP lagi marah kali Gan, soalnya waktu itu posisi lagi kalah Gan. Namun dari hal itu menunjukkan bahwa masyarakat Kaltim sendiri juga sangat menginginkan daerah lainnya di Kalimantan bisa mengirimkan klub-nya untuk main di level nasional bahkan internasional untuk mengimbangi klub-klub yang sudah ada di Kaltim.
Di Maluku mungkin alasan klasik masalah dana bisa dijadikan kambing hitam. Namun hal ini justru sangat lucu jika dijadikan alasan di Kalimantan. Kalimantan mempunyai potensi Sumber Daya Alam yang luar biasa, perputaran uang yang cepat, dan penggemar sepakbola yang lumayan banyak. Seharusnya, minimal setiap propinsi mempunyai satu saja klub yang bisa didanai dan mewakili berlaga di level nasional. Semoga......
2 comments
artikel bagus bro,benar2 masuk dan mendalam
btw kunjung balik dan followbacknya ditunggu :)
http://sayalogan.blogspot.com/
Makasih Gan, Ane sudah kunjungi blognya Agan. Ya inilah kenyataan di sepakbola Indonesia, banyak politik ikut bermain
EmoticonEmoticon