Saturday, December 25, 2010

Final AFF: Penjaga Gawang Jangan Buat Kesalahan Lagi

Penjaga Gawang atau lazim disebut Kiper memang mempunyai posisi sangat penting. Sebagai palang pintu terakhir, kiper harus menggagalkan sekecil apapun peluang lawan untuk mencetak gol. Di beberapa tim/klub ada posisi kiper sangat menonjol dan mempunyai peran sama pentingnya dengan striker. Sebut saja Peter Schmeichel di Manchester United/Denmark dan Gianluigi Buffon di Parma/Juventus/Italia. Setelah melewati back jangan harap striker lawan bisa mencetak gol dengan mudah dengan kiper sekelas mereka di bawah mistar gawang.


Hal ini sangat kontras dengan penampilan tim nasional Indonesia di dua pertandingan terakhir. Markus Horison a.k.a Markus Haris Maulana justru sering membuat kesalahan yang sebenarnya tidak perlu. Paling sering adalah keluar tapi tidak mendapatkan bola bahkan tidak meninju bola padahal kawan masih banyak di depan gawang. Jika memang dirasa tidak bisa menjangkau bola lebih baik jangan maju. Sementara masih banyak kawan yang bisa mengatasi bola tersebut. Menurut Ane tidak perlu diganti, hanya diperingatkan agar lebih berhati-hati saja. Namun jika sudah dua kali blunder, Ferry Rotinsulu layak dipertimbangkan untuk menggantikan posisinya.

Sebagai bonus telah membaca posting ini, berikut sepuluh penjaga gawang terbaik sepanjang masa:


Gordon Banks (Inggris)

Banks menjadi pilihan pertama manajer Inggris Sir Alf Ramsey saat Three Lions menjuarai Piala Dunia 1966. Namun, ia baru menjadi legenda di dunia sepakbola lewat tindakan yang dilakukannya empat tahun kemudian di Piala Dunia Meksiko. Saat Inggris bertanding melawan Brasil, Pele menanduk bola ke tiang jauh gawang Inggris sambil berteriak “Gol!”. Hal itu dilakukannya karena ia sangat yakin Banks tidak dapat menyelamatkan gawangnya. Tetapi Banks yang berada dalam posisi yang salah, berhasil melompat ke arah yang berlawanan dan menyentuh bola tersebut dengan sebagian ibu jarinya hingga bola itu mental melewati mistar gawang. Sang kiper tahu ia dapat menyentuh bola, namun berpikir bolanya masih melewati garis gawang. Ia baru sadar tidak terjadi gol setelah mendengar sambutan dari penonton di stadion dan diselamati oleh kapten Bobby Moore. Pele sendiri mengatakan kalau penyelamatan yang dilakukan Banks tersebut adalah yang terhebat yang pernah ia saksikan.

Edwin van der Sar (Belanda)

Saat van der Sar memblok tendangan Nicolas Anelka di final Liga Champions, ia benar-benar menjadi momok bagi pemain Chelsea saat adu penalti. Hal itu karena di ajang Community Shield sebelumnya, ia juga telah melakukan hal yang sama dengan menepis semua tendangan penalti yang dilakukan pemain The Blues. Van der Sar menjadi pemain yang paling banyak membela tim nasional Belanda dengan tampil sebanyak 128 kali dan akhirnya pensiun setelah Euro 2008. Ia juga mencatatkan dirinya sebagai kiper yang menjuarai Liga Champions bersama dua klub yang berbeda, yaitu Ajax Amsterdam dan Manchester United.


Dida (Brasil)

Setelah Claudio Taffarel, Dida menjadi kiper baru asal Brasil yang diperhitungkan dalam dunia sepakbola. Hal itu terbukti saat dirinya menjadi kiper pertama dari tim Samba yang termasuk dalam kandidat peraih Ballon d’Or di tahun 2003 dan 2005. Biarpun Dida telah memenangkan Piala Dunia bersama Brasil, dan berbagai gelar domestik & internasional bersama AC Milan, sayangnya ia juga dikenal akibat beberapa insiden yang kurang baik. Yang terakhir adalah saat ia pura-pura jatuh dan terluka saat disentuh oleh seorang suporter Glasgow Celtic di pertandingan Liga Champions.


Petr Cech (Republik Ceko)

Ketika Chelsea menjadi juara Liga Primer selama dua kali berturut-turut, banyak pihak menganggap itu adalah akibat dari tangan dingin Jose Mourinho. Tetapi yang berada di bawah mistar The Blues adalah Cech, yang baru dibeli dari Rennes dan tadinya akan dijadikan cadangan Carlo Cudicini. Saat Cech harus absen selama tiga bulan akibat benturan dengan pemain Reading Stephen Hunt, Chelsea gagal mempertahankan gelar Liga Primer. Insiden tersebut membuat Cech harus mengenakan pelindung kepala hingga sekarang. Cech menjadi kiper terbaik 2008 pilihan UEFA, dan walaupun sempat membuat blunder di Euro 2008 saat melawan Turki, ia tetap menjadi pilihan pertama di tim nasional Republik Ceko dan juga Stamford Bridge.


Dino Zoff (Italia)

Piala Dunia 1982 menjadi puncak prestasi Zoff. Di usianya yang ke-40, ia menjadi pemain tertua yang memenangkan Piala Dunia. Selain itu, ia juga menjadi kiper kedua yang menjadi kapten di tim yang juara, dan juga terpilih menjadi kiper terbaik. Padahal di awal karirnya, ia sempat ditolak oleh Inter Milan dan Juventus karena dianggap kurang tinggi. Di jajak pendapat untuk mencari kiper terbaik di abad ke-20 yang dilaksanakan oleh Federasi Internasional Statistik dan Sejarah Sepakbola (IFFHS), Zoff berada di posisi ketiga di bawah Lev Yashin (Uni Soviet) dan Gordon Banks (Inggris).


Gianluigi Buffon (Italia)

Nilai transfer yang menjadikannya kiper termahal di dunia menjadi bukti kepiawaian Buffon (foto) menjaga gawang di lapangan hijau. Selain itu, sederet gelar individual yang diraihnya dari berbagai pihak juga menjadi jaminan atas kemampuannya. Saat di Piala Dunia 2006, gawangnya tidak tertembus satu gol pun selama 453 menit hingga akhirnya Azzurri menjadi juara dan Buffon mendapatkan Lev Yashin Award sebagai kiper terbaik selama turnamen tersebut.


Iker Casillas (Spanyol)

Ia baru berusia 27 tahun, tetapi telah tampil lebih dari 300 kali bagi Real Madrid dan menjadi kiper kedua yang bermain paling banyak bagi tim nasional Spanyol setelah Andoni Zubizarreta. Saat Spanyol menjuarai Euro 2008, Casillas menjadi kiper pertama yang menjadi kapten di tim juara turnamen Eropa. Walaupun ia baru bermain di tim senior Madrid sejak 1999, ia kelihatannya selalu menjadi pilihan pertama Los Merengues di bawah mistar. Di usianya yang ke-19, Casillas menjadi kiper paling muda yang tampil di final Liga Champions saat Madrid mengalahkan Valencis 3-0.


Lev Yashin (Uni Soviet)

Pemain legendaris ini merupakan kiper yang berada di urutan paling atas dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh IFFHS. Yashin terpilih berkat kemampuan atletisnya dan juga postur tubuhnya yang membuat gentar para pemain penyerang lawan.

Ia mendapat julukan Laba-Laba Hitam karena selalu mengenakan kostum hitam dan juga karena keahliannya menepis tembakan lawan seolah-olah membuatnya memiliki delapan tangan. Pemakaian namanya oleh FIFA untuk penghargaan bagi kiper terbaik di setiap Piala Dunia merupakan pengakuan insan sepakbola dunia terhadap prestasinya.


Peter Schmeichel (Denmark)

Tinggi besar, rambut pirang, dan hidung merah. Tiga hal tersebut adalah hal yang selalu tampil di ingatan bila nama Schmeichel disebut. Namun bagi para striker yang menjadi lawan Manchester United dan tim nasional Denmark, The Great Dane itu menjadi tembok raksasa yang tak dapat ditembus. Tingkat refleksnya yang mengagumkan bagi orang seukuran dia, serta kemampuannya mengubah pertahanan menjadi penyerangan langsung lewat lemparan jauhnya ke para penyerang, menjadi salah satu alasan utama mengapa United menjadi tim yang mendominasi Liga Primer Inggris di era 90an.


Rinat Dasayev (Uni Soviet)

Bila tidak ada trio Belanda Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten, bisa jadi tim Uni Soviet yang akan menjadi juara di Euro 1988. Dasayev tampil cemerlang selama berlangsungnya turnamen di Jerman, dan hanya Gullit dan tendangan volley van Basten yang mampu mematahkan perlawanan Soviet di final.


Dasayev yang dijuluki “Tirai Besi” dianggap sebagai kiper terbaik kedua di Rusia setelah Yashin. Ia tampil di tiga Piala Dunia dan bermain sebanyak 91 kali bagi tim nasional Soviet hingga pensiun di tahun 1990 .Terakhir ia tampil di Luzhniki Stadium saat final Liga Champions Mei lalu dengan membawa piala tersebut ke lapangan. Hal itu berkaitan dengan tugasnya sebagai duta final itu di Moskwa.

Hidetoshi Nakata: Tonggak Sepakbola Asia di Eropa

Kali ini, Ane ingin membahas sepakbola lagi Gan. Dahulu sebelum banyak pemain Asia berlaga di klub-klub Eropa. Orang Asia sangat merindukan sosok pemain Asia yang bisa berlaga di Eropa dan bisa mereka lihat di layar TV setiap sabtu-minggu. Sampai-sampai seorang komentator di TV swasta nasional memuji penampilan Roberto Di Matteo dengan wajahnya yang sangat Asia. Pemain Italia kelahiran Swiss yang kini telah pensiun itu memang sedikit mengobati keinginan orang Asia untuk bisa melihat wajah Asia berlaga di Liga Eropa. Pemain yang kini telah pensiun dan menjadi pelatih klub Liga Primier Inggris Wolverhampton Wonderes ini memang terbilang lengkap sebagai gelandang di masanya.


Tak disangka, pasca World Cup 1998 ada seorang pemain Jepang yang sangat menonjol penampilannya. Secara fisik, ia mudah dikenali dengan cat rambut warna pirangnya. Seorang gelandang yang luar biasa. Dia adalah Hidetoshi Nakata. Penampilannya inilah yang membuat dia direkrut oleh Perugia klub promosi di Liga Serie A Italia kala itu. Tak mengecewakan, pada debutnya ia mencetak dua gol di laga perdana.


Apa istimewanya Nakata? Sehingga Ane harus menulisnya di sini Gan? Kehadiran Nakata di Eropa sangat penting Gan. Dia adalah pemain yang direkrut oleh klub Eropa benar-benar murni karena kualitasnya. Bukan titipan sponsor dari Asia (seperti kasus Ahn Jun Wan yang dititipkan di Perugia karena sponsor Daewoo, pakai nomor punggung 10 lagi), atau pemegang saham klub yang kebetulan dari Asia.


Setelah Nakata bergabung dengan Perugia dan kemudian berpindah-pindah klub di Eropa, beberapa nama muncul antara lain Park Ji Sung pemain asal Korea yang direkrut oleh Manchester United, lalu beberapa kompatriot Nakata antara lain Shinji Ono dan Shinsuke Nakamura kala itu. Meskipun keduanya tidak sesukses Nakata namun terbukti setelah itu laju migrasi pemain Asia ke Liga-Liga Eropa terus meningkat dari tahun ke tahun terutama pemain-pemain dari Negeri Matahari Terbit ini.


Saat ini, pemain Jepang juga mampu bersinar di Eropa. Bahkan, menurut Goal, Jepang merupakan negara Asia yang punya pemain potensial terbanyak di Eropa. Posisi 2 ditempati Iran, sedangkan terakhir ditempati Oman. Berikut pemain Asia yang bersinar di benua biru itu:


Shunsuke Nakamura (Celtic/Jepang)

Gelandang Glasgow Celtic berusia 29 tahun ini dikenal punya tendangan geledek. Akurasi tendangan bola matinya terekam saat dia mencetak hattrick kala Celtic menghajar St Mirren 7-0. Ketiga gol itu dicetak lewat tendangan bebas. Sayangnya, Nakamura sering dikritik karena memiliki stamina yang lemah.


Takayuki Morimoto (Catania/Jepang)

Striker berusia 20 tahun ini selain punya naluri gol yang tinggi, juga pengumpan yang baik. Gol terakhir Morimoto dicetak saat Catania mengalahkan Palermo 4-0. Selain mencetak gol untuk timnya, Morimoto juga menjadi pemberi umpan bagi gol cantik Guiseppe Mascara.


Daisuke Matsui (St Etienne/Jepang)

Gelandang serang Jepang ini bermain di liga Prancis bersama AS Saint-Étienne. Pada pertandingan terakhir Les Verts, Matsui berhasil mencetak gol ke gawang Monaco lewat tendangan dari luar kotak penalti. Sayangnya, pertandingan harus berakhir dengan skor imbang 2-2.


Makoto Hasebe (Wolfsburg/Jepang)

Hasebe mengawali karirnya bersama klub Urawa Red Diamonds Jepang. Bersama Urawa, gelandang berusia 25 tahun itu berhasil mengoleksi beberapa penghargaan individu selama membela timnya di Liga Jepang. Kemampuan Hasebe akhirnya tercium sampai ke Eropa. Sempat diminati tim Seri A Italia, AC Siena, Hasebe memilih berkostum VfL Wolfsburg. Dia menjadi pemain Jepang pertama di The Wolves.


Shinji Ono (VfL Bochum/Jepang)

Mantan Urawa Red Diamonds ini merupakan pemain Jepang yang juga merumput di Liga Jerman. Saat ini, Ono merumput bersama VfL Bochum. Gelandang berusia 29 tahun itu menjadi salah seorang bintang Asia. Dia memiliki visi, teknik dan passing yang baik.


Park Ji-sung (Manchester United/Korea Selatan)

Gelandang sayap ini terkenal saat menjadi pemain timnas Korea Selatan dan tampil di Piala Dunia 2002. Saat berhadapan dengan Portugal, pemain berusia 28 tahun itu berhasil mencetak gol kemenangan bagi timnya. Sinar Park Ji-sung semakin mengilap ketika mulai membela Manchester United sejak 2005.


Lee Young-pyo (Borussia Dortmund/Korea Selatan)

Lee dikenal sebagai bek sayap kiri yang punya kecepatan dan dribel bola yang baik. Bahkan, mantan manajernya ketika membela Tottenham Hotspur, Martin Jol, menyebutnya sebagai bek sayap terbaik di Belanda, juga di Eropa saat ini.


Masoud Shojaei (Osasuna/Iran)

Shojaei mengawali karirnya bersama Sanat Naft di Liga Iran sebelum akhirnya membela Saipa FC di liga yang sama. Karirnya sebenarnya mulai bagus saat dia membela klub Uni Emirat Arab, Sharjah FC. Setelah puas berlaga di sepakbola Timur Tengah, Shojaei mulai merambah Eropa. Setidaknya ada dua klub yang tertarik kepadanya. Pertama, Vfl Wolfsburg di Liga Jerman dan klub Seri A, Napoli. Belakangan Shojaei memilih klub Spanyol, Osasuna.


Vahid Hashemian (Bochum/Iran)

Hashemian dikenal dengan julukan Si Helikopter. Sebutan itu diberikan kepada striker berusia 32 tahun ini karena mampu melayang di udara dalam waktu lama. Kemampuan ini membuatnya kerap unggul dalam perebutan bola-bola atas.


Sama dengan pemain Iran yang berlaga di Eropa lainnya, Hashemian juga mengawali karirnya di Liga Iran. Kiprahnya di kancah sepakbola Eropa diawali dari klub Jerman, Hamburger SV era 1999-2001. Setelah itu, dia hengkang VfL Bochum. Hashemian juga sempat berkostum Bayern Munich dan Hannover 96 sebelum akhirnya kembali ke Bochum.


Javad Nekounam (Osasuna/Iran)

Nekounam dikenal sebagai gelandang bertahan tangguh. Pemain berusia 28 tahun itu memiliki kemampuan passing dan bertahan yang baik. Dia juga merupakan pemain yang punya tendangan jarak jauh yang akurat. Saat ini, Nekounam bermain di Liga Spanyol bersama Osasuna. Baru-baru ini, Nekounam bermain 90 menit saat Osasuna ditahan seri 1-1 oleh Racing Santander.


Mehdi Mahdavikia (Eintracht Frankfurt/Iran)

Pemain berusia 31 tahun ini merupakan kapten tim nasional Iran. Dia bermain di posisi sayap kanan dan gelandang. Saat ini Mahdavikia bermain di Liga Jerman bersama Eintracht Frankfurt. Mantan pemain VfL Bochum dan Hamburger SV itu dikenal karena memiliki kecepatan, kemampuan crossing dan dribel bola yang baik.


Ali Al Habsi (Oman/Bolton)

Nama Ali Al Hasbi cukup tenar di pentas sepakbola Asia. Tak salah jika kiper tim nasional Oman itu kini membela tim Premier League, Bolton Wanderers. Ketangguhan Al Habsi di bawah mistar gawang sudah cukup terkenal di Asia.


sumber: VIVAnews


Saat ini jika Agan bertanya ke Mbah Google, “Pemain Asia yang Bermain di Klub Eropa” maka akan lebih banyak lagi nama pemain Asia yang bertebaran di klub-klub Eropa. Pertanyaannya, kapan pemain Indonesia bisa diminati Klub Eropa? Sehingga kita bisa bangga saat mereka bermain nun jauh di benua biru. Jangan kalah sama Pantai Gading dong Gan, masak negara yang rusuh terus saja pemainnya bisa bertebaran di klub Eropa. Kok negara kita yang damai-damai saja, gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kartoraharjo kok tidak satu pun pemainnya berlaga di Liga Eropa?


Mau bilang masalah postur? Lionel Messi tingginya juga nggak seberapa? Mau alasan apa lagi? Christian Bekamenga pemain asal Kamerun saja setelah dari Persib Bandung bisa main di klub Liga Perancis Nantes. Pernah dengar juga alasan ada pemain Indonesia direkrut di klub Eropa kemudian pulang gara-gara tidak pernah dioperi bola? Alasan yang cukup aneh khan?

Monday, December 20, 2010

Abrasi di Pantai Dekat Taman Nasional Tanjung Puting

Jika kita ketik di Google “Abrasi Pantai” pasti yang muncul banyak sekali pembahasan mengenai abrasi di pantai-pantai Pulau Jawa. Kali ini saya ingin menyoroti Abrasi di pantai selatan Pulau Kalimantan. Beberapa artikel memang membahas abrasi yang mengancam jalan trans kalimantan di propinsi Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tanah Bumbu atau lebih dikenal ibukotanya Batulicin.


Kali ini saya ingin menuliskan beberapa hal yang belum muncul jika ditanyakan Mbah Google. Saya mengambil potret desa-desa di sepanjang pantai selatan Kalimantan Tengah. Jalur ini layak diperhatikan karena posisinya yang dekat dengan Taman Nasional Tanjung Puting yang sangat terkenal di kalangan peneliti dunia karena ada spesies Orangutan (Pongo pygmaeus). Nah, kali ini saya ingin mencoba mengajak anda menyusuri pantai selatan Kalimantan Tengah di Kabupaten Kotawaringin Barat ini.


Turun dari bandara, kita bisa menyewa mobil (karena lebih murah dan tidak ribet) dengan ongkos rata-rata di kota Pangkalan Bun ini, kurang lebih Rp. 250.000,- – Rp. 400.000,-/hari tergantung dari jenis mobilnya. Kurang lebih 4 KM dari Bandara Iskandar terdapat pertigaan dengan sebuah bundaran di tengahnya. Kita ambil kiri menuju kawasan wisata Taman Nasional Tanjung Puting dan Pantai Kubu. Jalan ini mempunyai panjang kurang lebih 80 KM jika kita ikuti dari kota Pangkalan Bun sampai terakhir Desa Sungai Rengas.


Beberapa kilometer dari jalan lurus tersebut akan ditemui perempatan dengan bundaran yang terdapat banyak patung orangutan (biasa disebut bundaran monyet). Jika kita mengambil ke kiri maka kita akan ke Pelabuhan Kumai dan Taman Nasional Tanjung Puting. Kali ini kita mengambil kanan, dan lurus terus mengikuti jalan sampai bertemu dengan banyak resort dan warung-warung itulah tempat wisata Pantai Kubu.


Beberapa bagian dari pantai sudah dibangun tembok pemecah ombak menandakan abrasi sudah terjadi. Jika kita perhatikan abrasi sudah mencapai pekarangan rumah-rumah penduduk. Namun karena tempat wisata, pengelolaannya masih lumayan bagus. Tembok pemecah ombak (jika sekilas diamati bangunan tersebut lebih mirip tanggul karena setahu saya pemecah ombak seharusnya membujur searah dengan datangnya ombak dan bukan tanggul yang justru bisa membuat laju ombak meningkat di daerah lain di sebelahnya), sudah dibangun meskipun seharusnya ada formasi tanaman mangrove jika ingin lebih aman. Di beberapa titik memang sudah ditanam bakau namun masih kecil-kecil. Sebenarnya formasi Hutan Mangrove tidak hanya Bakau (Rhizopora sp). Tapi ada beberapa jenis tanaman yang menjadi komposisi penyusun dari Hutan Mangrove untuk lebih lengkap bisa dicari di Google (tumbuhannya antara lain Bakau, Api-api, Bruguiera dll). Setiap daerah yang mempunyai pantai seharusnya mempunyai seorang ahli wetland.


Teluk Bogam dan Keraya


Lalu kita meneruskan perjalanan menyusuri sepanjang pantai selatan. Di kiri kanan jalan masih ditemui tumbuhan Nipah (Nypa fruticans) dan kayu Galam (Melaleuca cajuputi). Desa Sungai Umbang, mulai dari desa ini kita harus pelan-pelan karena jalanan mulai jelek, aspal berlubang dan tanah berpasir. Jarak pantai dengan jalanan cukup jauh dan kategori aman untuk desa ini. Tumbuhan di pantai bervariasi ada nipah, galam, pohon cemara juga ada. Kemudian ada satu titik yang laut sudah mepet ke darat, namun sudah ada dua bangunan pemecah ombak yang di belakangnya sudah ditanami tanaman bakau ada tiga pohon yang tumbuh besar dengan suburnya. Secara umum di kiri kanan masih banyak tumbuhan Nipah dan Galam.



Lalu ada sebuah desa yang diberi nama Sungai Bakau. Kemungkinan ada sebuah sungai yang banyak bakau, tapi karena saya hanya lewat jadi belum terlihat bakau yang tumbuh. Desa ini terletak di atas (semacam bukit) dan laut terlihat di bawah bukit tersebut. Sudah dibangun tembok pemecah ombak di desa ini, terdapat juga jalan kayu menjorok ke laut untuk wisata mancing.


Selanjutnya adalah Desa Teluk Bogam. Di desa ini aktivitas nelayan terasa lebih hidup, banyak sekali warga yang menjemur ikan kering di muka rumah. Desa ini terletak di rendahan, jadi ada sebuah jalan menurun dari bukit (Natai dalam bahasa daerah setempat) dengan papan baliho besar tempat wisata Tanjung Penghujan. Di turunan pertama masuk, terdapat sebuah bangunan pemecah ombak dengan tanaman bakau yang masih kecil-kecil. Terdapat sebuah bangunan rumah dari batako yang mepet ke laut. Di sepanjang jalan desa ini sebelah kanan bukit dan sebelah kiri tanaman kelapa dengan jarak 15 meter dari jalan dan langsung laut. Beberapa titik terlihat abrasi telah menumbangkan pohon-pohon kelapa di sepanjang jalan.


Desa selanjutnya Desa Keraya, desa ini juga terletak di rendahan sehingga desa ini sejajar dengan Laut. Beberapa titik terlihat sangat parah sehingga rumah-rumah mepet ke laut. Ada satu bangunan pemecah ombak, namun tidak efektif. Air laut terus menerus menggerus daratan. Beberapa pohon cemara dan kelapa bertumbangan karena akarnya tergerus air laut. Di sebuah jembatan di desa ini, terdapat sebuah rumah panggung yang tongkat rumahnya sudah di air jika terjadi pasang. Persis di sebelah rumah terdapat pohon cemara ukuran lumayan besar tumbang ke laut. Jika terjadi pasang air laut hanya 2-3 meter dari jalan, bahkan bisa naik ke jalan sehingga pasir laut menutupi jalanan.


Hal ini harus segera ditangani karena jika tidak maka jalanan di desa Keraya bisa tenggelam. Selain itu adanya mangrove diharapkan kembali menggeliatkan nafas nelayan di desa ini. Warga mengaku, jumlah nelayan semakin berkurang dan beralih ke profesi lain bahkan ada yang keluar dari desa disebabkan karena hasil tangkapan yang terus menurun dari tahun ke tahun. Sementara biaya operasional begitu mahal. Formasi Hutan Mangrove selain menjadikan menjadi tempat bertelur bagi ikan-ikan, dan membuat lingkungan terasa lebih indah. Desa yang pernah mendapatkan predikat Desa Pesisir Terbersih ini sangat potensial menjadi tempat wisata. Dua desa selanjutanya adalah Desa Sebuai dan Desa Sungai Rengas. Sebuai merupakan pemekaran dari Sungai Rengas. Di desa ini abrasi juga terjadi. Meskipun belum separah Teluk Bogam dan Keraya perlu juga antisipasi sejak dini. Khusus untuk dua desa ini, sampai saat ini belum tersentuh instalasi listrik.



Pihak-pihak terkait seperti Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, bahkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata seharusnya segera mengambil tindakan untuk memberikan solusi bagi desa-desa di sepanjang pantai selatan pulau Kalimantan ini. Partisipasi dari berbagai pihak (akademisi, LSM, peneliti dll) juga sangat diharapkan, sehingga bisa menyelamatkan lingkungan pantai dari abrasi yang kian hari kian menggerus daratan desa.


Perlu juga diadakan studi banding ke Propinsi D.I. Yogyakarta. Toyota pernah mendanai sebuah LSM untuk program mangrove-isasi di sepanjang pantai selatan Jawa terutama di Kabupaten Bantul. Ombak pantai selatan yang begitu besar terbukti masih bisa hidup dengan baik karena menggunakan teknik khusus. Tanaman mangrove itu pun tumbuh dengan baik di beberapa titik dan menjadi penangkal abrasi yang ampuh. Semoga tulisan ini terbaca pihak-pihak yang terkait dan sekian hasil perjalanan wisata saya, yang berbelok dari rencana semula ke TN Tanjung Puting justru menyusuri desa-desa di sepanjang pantai selatan Propinsi Kalimantan Tengah.


Saturday, December 11, 2010

M. Ridwan dan Okto Maniani Main di Klub Eropa, Heeviasu GC

Mungkin Agan sekalian belum pernah mendengar nama itu, ya itu memang nama klub dalam angan-angan Ane. Heeviasu Golf Club memang bukan klub sepakbola namun klub olahraga Golf. Dua pemain ini terkenal suka bermain bola sendiri, jadi sangat tidak cocok jika berprofesi sebagai pemain sepakbola. Mereka samasekali tidak paham filosofi sepakbola. Apa tugas seorang sayap (winger)? Memasok umpan matang ke striker di depan. Jika pun mencetak gol itu adalah tugas keduanya.


Namun apa yang kita lihat pada pertandingan melawan Laos maupun melawan Thailand, dua penyakit timnas ini masih saja bermain egois. Jadi masukkan saja mereka ke jajaran atlet Golf. Kita mulai dari pertandingan Indonesia Vs Laos. Pada pertandingan itu M. Ridwan (yang berwajah ndeso) memang benar-benar menerapkan permainan seperti anak kampung yang baru bermain bola. Maunya menggiring sendiri bola dan mencetak gol sendiri dengan segala kelemahan dan keterbatasannya.


Ronaldo Luis Nazario da Lima, Lionel Messi, Ronaldinho Gaucho, Christiano Ronaldo bahkan Diego Armando Maradona yang kondang (kaloko saindenging Nuswantoro) jago menggiring bola tetap mengumpan ke rekannya yang berdiri bebas apabila dia merasa tingkat kemungkinan menjadi gol lebih tinggi jika bola itu diumpan. Namun apa yang kita lihat? Pada pertandingan Indonesia Vs Laos tentu saja bintangnya EGOIS adalah M. Ridwan. Paling tidak ada beberapa kesalahan yang mendasar dan cenderung fatal pada pertandingan malam itu, antara lain:



Pertama: Memaksakan mencetak gol sendiri padahal dia bukan striker dan ada Gonzalez, striker berdiri bebas. Untung saja Gol, ya Gol yang sangat amat berbau keberuntungan karena jika tidak membentur badan pemain Laos sudah pasti tidak terjadi gol.

Kedua: Perilaku egois ini berlanjut saat dia menembak langit jauh dari sasaran dengan akurasi yang sangat amat jelek sekali, padahal ada juga rekan yang berdiri bebas (lagi-lagi Gonzales) dengan tingkat kemungkinan untuk terjadinya Gol lebih besar. Diperparah lagi dia melakukannya saat skor masih 2 - 0. Jadi masih ada kemungkinan keadaan berbalik. Beruntung lawan Laos, klo Jepang or Korea bahkan Thailand bisa masalah

Ketiga: Perilaku egois ini memancing pemain lain juga melakukan hal yg sama seperti Okto, Arif Suyono, bahkan Irfan Bachdim. Pada akhirnya Riedl tidak kuasa menahan diri, ia ditarik dan tidak disalami baik saat dia ditarik keluar lapangan maupun setelah peluit panjang berbunyi. M. Ridwan pindah saja jadi Atlet GOLF klo mau main bola SENDIRI.


Sedangkan pada pertandingan selanjutnya, saat Indonesia Vs Thailand, gantian si Okto Maniani melakukan dua kali tendangan super bodoh yang membuat pelatih Alfred Riedl begitu geram sampai mengacungkan dua jarinya. Jika diterjemahkan dalam kata-kata mungkin bunyinya seperti ini, “Wis ping pindho kowe nendang dewe Cuk!, diumpan Cuk!”. Pantaslah waktu itu dia langsung ditarik keluar dan permainan langsung menjadi hidup setelah masuknya Arif Suyono.


Sebenarnya yang perlu ditekankan pada setiap pemain sepakbola kita, adalah filosofi sepakbola, misal striker yang bagus itu bukan yang pandai menggiring bola, tapi yang pandai mencetak gol. Pemain-pemain sekelas Gabriel Omar Batistuta, Filipo Inzaghi, Christian Vieri merupakan beberapa pemain yang skill drible-nya biasa saja, tapi tetap berbahaya di depan gawan lawan. Ada juga striker yang jago drible yang berbahaya seperti Ronaldo Luis Nazario da Lima, Lionel Messi, Ronaldinho Gaucho, Diego Armando Maradona tapi mereka tetap mengumpan kepada rekannya apabila dirasakan peluang terjadinya gol lebih besar jika diumpan.


Lionel Messi tak jarang mengumpan kepada Samuel Eto’o kala masih di FC Barcelona, meskipun jauh dari tengah lapangan Messi yang menggiring bola, karena dia dijepit dua orang back lawan, diumpankannya ke Eto’o dan Messi pun tidak pernah merasa rugi. Ini berhubungan dengan IQ dan EQ dari pemain bola yang bersangkutan. Kalau IQ dan EQ nya jongkok, pasti berpikiran, “Wah enak saja sampeyan yang bikin gol, wong yang susah-susah nggiring saya.” Itulah sisi gobloknya.


Kemudian hal yang sama terjadi di posisi winger (sayap), tugasnya adalah mensuplai bola ke striker. Taruhlah ia mempunyai kemampuan lebih untuk mencetak gol, ia tetap mengutamakan tugasnya sebagai pengumpan bagi striker. Lihatlah bagaimana Christiano Ronaldo kala masih membela Manchester United. Ia juga mencetak gol, tapi itu tugas keduanya, yang utama tetap mensuplai bola ke strikernya.


Untuk posisi back juga sama seperti itu, mungkin ada back yang produktif mencetak gol seperti Roberto Carlos, Dani Alves, Douglas Maicon dll, namun tugas pokok mereka tetap menjaga pertahanan dari gempuran lawan. Khusus untuk wing back ini timnas Indonesia justru tidak terlihat berbahaya, jadi wing back sama dengan centre back setali tiga uang kalau di timnas Indonesia.


Semoga saja, M. Ridwan dan Okto Maniani sukses ditransfer ke Eropa untuk main Golf Gan, terus untuk usulan Ane jelas, pasang Arif Suyono sejak awal menggantikan Okto Maniani, untuk M. Ridwan sebenarnya justru Atep yang seharusnya dipanggil ke timnas karena umpannya sangat akurat meskipun punya keterbatasan postur tubuh. Umpan-umpan matang ini tentu bisa memanjakan heading dari Christian Gonzales atau Irfan Bachdim.

Friday, December 3, 2010

Indonesia Vs Malaysia: Irfan Bachdim Kualitas Eropa di Tim Nasional Indonesia

Saat Indonesia mengalahkan Malaysia dengan skor 5 – 1, saya tidak terlalu terkejut dengan hasil tersebut. Hal ini didasarkan pada diskusi di banyak forum mulai Kaskus, Detik, dll yang mengusulkan Naturalisasi sebagai salah satu cara tim-tim besar di dunia untuk meningkatkan prestasi. Di Indonesia, langkah naturalisasi ini menjadi sangat penting ketika pemain di Liga lokal sangat susah untuk diharapkan lagi prestasinya. Di samping pelatih timnas seolah hanya terpaku pada nama-nama pemain yang itu-itu saja. Pelatih timnas kali ini terhitung berani karena ketegasannya membuang beberapa pemain dengan digantikan muka-muka baru yang lebih fresh.


Fokus saya kali ini adalah Irfan Bachdim pemain Indonesia hasil naturalisasi (yang sebenarnya Indonesia banget). Ia tercatat pernah bermain di beberapa klub eropa antara lain Ajax Amsterdam, SV Argon, dan FC Utrecht. Jujur saya sedih saat melihat ia harus bermain di Persema. Semoga hal ini hanya untuk satu musim saja, pasca turnamen-turnamen yang diikutinya bersama Tim Nasional Indonesia, ia akan dilirik oleh klub di Liga Belanda atau Liga Jerman (untuk Liga Inggris, Italia, atau Spanyol syukur-syukur kalau dapat). Maklum ayahnya Noval Bachdim adalah pemain Persema Malang di masanya. Untuk mengetahui detail mengenai pemain bernama lengkap Irfan Haarys Bachdim ini, anda cukup mengetik Irfan Bachdim di Google pasti langsung muncul profilnya di berbagai website.


Irfan Bachdim dengan kostum FC Utrecht

Kualitas nyata dari didikan sepakbola Eropa yang bisa kita lihat pada pertandingan itu adalah stamina dari Irfan yang seolah tidak kelelahan meskipun telah memasuki menit ke-70. Saya bersama teman-teman yang menonton waktu itu, mencoba membandingkan dengan pemain Indonesia lainnya dan dari raut mukanya terlihat nyata perbedaan stamina dari mereka. Irfan memang tidak terlalu istimewa dalam skill, namun ia mempunyai kualitas yang bagus dari akurasi tendangan dan skill jika one on one dengan kipper lawan. Paradigma yang salah dari banyak pesepakbola Indonesia adalah mendewakan skill namun miskin stamina dan akurasi tendangan.


Sayang sekali Kapten Timnas Firman Utina seolah hanya menjadi pengumpan bola untuk Christian Gonzales. Ia jarang sekali mensuplai bola ke Irfan, apa sebabnya? Tanya pada rumput yang bergoyang. Kami yang menonton sepanjang pertandingan juga sangat jengkel, seolah-olah justru Firman Utina yang takut kalau Irfan mencetak gol, aneh bukan?! Seharusnya ia bisa seperti Juan Roman Requelme semua diumpan bahkan ke pemain yang tidak pernah bertegur sapa dengan dia sekalipun!


Lepas dari semua itu, kita bisa bernafas lega karena semakin besar kemungkinan untuk pemain keturunan Indonesia yang bermain di Eropa untuk bermain di Tim Nasional Indonesia. Gol pamungkas yang dicetak oleh Irfan dalam pertandingan itu seolah menjadi bukti dari ketajaman kualitas Eropa di timnas kita sekaligus menampik pendapat dari Ketua Badan Tim Nasional PSSI Rahim Soekasah yang pernah meragukannya beberapa waktu lalu (di Goal dot com kalau tidak salah silahkan di cari di Google).


Pemain Keturunan Indonesia di Liga Eropa


Selain Irfan sebenarnya banyak sekali pemain keturunan Indonesia di Liga Belanda. Saya ingin menampilkan nama dan fotonya karena mereka berwajah sangat Indonesia, sama seperti Irfan (ada bule-nya, Tiong Hoa-nya, Negro-nya tapi dikit lah). Inilah foto-foto mereka dengan seragam klubnya masing-masing bisa dicari di Google dengan kata kunci


Radja Nainggolan (Piacenza, Italia)
Sigourney Bandjar (SBV, Exelcior, Belanda)
Raymond Soeroredjo (Vitesse, Belanda)
Marciano Kastoredjo (FC Utrecht, Belanda)
Marvin Wagimin (VVV Venlo, Belanda)
Levi Risamasu (NAC Breda, Belanda)



Masih banyak lagi pemain keturunan Indonesia yang salah satu orang tuanya (Ayah atau Ibunya) masih memegang kewarganegaraan Indonesia. Di antara puluhan pemain berdarah ganda itu adalah Johny Hestinga, Michael Timisela, Sven Taberima, Christian Sapusepa, Robert Timisela (Ajax Amsterdam), Mathija Marunaya, Gaston Salasiwa (AZ Alkmaar), Ignacio Tuhuteru, Raphael Tuanakotta (FC Groningen), Marciano Kastoredjo, Max Lohy, Stefano Lilipaly (FC Utrecht), Domingus Lim-Duan, Nelljoe Latumahina, Juan Hatumena, Petg Toisuta (FC Zwolle), Djilmar Lawansuka (Feyenoord Rotterdam).


Di samping itu masih puluhan pemain keturunan lainnya yang terpencar-pencar di belasan kub Liga Belanda, baik yang masih berstatus yunior maupun sudah terbilang berpengalaman. Di antara mereka yang namanya cukup dikenal di sana adalah Donovan Partosubroto yang baru berusia 17 tahun dan menjadi kiper di klub Ajax Amsterdam Yunior. Nama-nama lainnya adalah, Raphael Tuankotta (21, Volendam Yunior), Justin Tahaparry (21, FC Eindhoven), Estefan Pattinasarani (17 tahun, AZ Alkmaar), Marvin Wagimin (17 tahun, VVV Venlo), Tobias Waisapy (18,Feyenoord Yunior), Raymond Sosroredjo (17, Vitesse Yunior).


Besar kemungkinan masih banyak pemain keturunan Indonesia, yang salah satu orang tuanya masih memegang kewarganegaraan Indonesia, bermain di klub-klub Eropa di luar Belanda. Untuk itu, pemain di Liga Lokal harus punya cita-cita untuk main di Liga Eropa. Masak kalah sama Thailand yang rata-rata bermain di Liga Jerman.


Pengen Berlaga di World Cup? Main di Eropa dulu dong!


Salah satu contoh buruk adalah pesepakbola Indonesia Boaz Salossa. Di antara sekian banyak kebaikannya, dan segala macam skill yang dimilikinya, ada satu yang kurang. Yakni disiplin. Hal ini bisa didapatkan sebenarnya jika dia bisa bermain di Eropa. Konon kabarnya pernah ada tawaran main di Eropa tapi ditolaknya (aneh bukan?). Jadi sudah sepantasnya jika dia tidak dimasukkan daftar pemain Timnas di Piala AFF. Berikut ini adalah beberapa pemain Indonesia yang serius pernah bermain di Liga Eropa antara lain: Kurniawan Dwi Yulianto (FC Luzern, Swiss), Bima Sakti (FC Helsinborg, Swedia), Kurnia Sandi (Sampdoria, Italia). Ayo siapa pemain Indonesia lainnya yang mau menyusul? jangan cuma jadi jago kandang! lebih baik jadi cadangan di Tim Eropa daripada pemain inti di Tarkam.


Negara-negara Asia (bahkan semua benua) yang sepakbolanya bagus rata-rata mengekspor pemainnya untuk bermain di Liga Eropa. Lihat saja negara seperti Pantai Gading, Togo, Jepang, dan Korea Selatan. Mereka pergi ke Eropa untuk bermain di klub-klub besar dan pulang ke Timnas sebagai pemain hebat. Untuk pemain Grade A rata-rata bermain di Liga Spanyol, Inggris dan Italia, Grade B di Liga Jerman, Belanda dan Perancis, Grade C di liga-liga negara Eropa sisanya (Liga Belgia, Skotlandia, Yunani, dll). Tidak usah jauh-jauh ke Liga Eropa, pemain-pemain Tim Nasional bisa mulai dari yang terdekat di Liga Jepang atau Liga Australia juga sudah cukup bagus. Jadi suatu saat kita bisa membayangkan bahwa timnas kita ada pemain dari MU, Juventus, Barcelona, dll. Bagus khan? Jangan cuma jadi kodok dalam baskom.



Popular Post